Sepasang Mata #2

            Seminggu setelah obrolan kami –aku dan rere- aku merasa jauh lebih terbuka padanya, yah aku sadar gak selamanya aku menyimpan cerita tentang masa laluku dan tentang dia .
“Mitaaaa.. ikut gue yuk!” Papar Rere sambil masuk kekamarku yah tanpa permisi tentunya.
“Re, kalo masuk permisi dulu kek! Kalo gue lagi ganti baju gimana?”
“iyaa iya maaf, udah kebiasaan sih! Nah skrg ganti baju, gue sama Rama nunggu dibawah ya!”
“eh eh, emang mau kemana? Gue males pergi pergi nih re!”
“Rama mau ngenalin kita ke temennya. Nah kebetulan temennya ini itu punya band gitu deh!”
“terus intinya apa?”
“yah pokoknya lo harus ikut gue! Ini perintah yang artinya wajib loh Mit!” perintah Rere, aku tau kalo ia sudah berkata seperti itu aku takkan bisa menolaknya.
“iya iya bawel! Yaudah lo tunggu dibawah aja ya. Gue mau ganti baju dulu!!” Ucap ku, Rere keluar kamar dan menungguku. Apa maksudnya mengajakku pergi untuk bertemu teman Rama? Entahlah. Aku menganti bajuku dengan t-shirt polos putih dan dipadukan dengan panel kotak kotak, celana jeans ketat serta sepatu kets kesayanganku. Aku buru buru turun menemui Rere dan Rama.
“heh mojok mulu. Gue udah siap nih!” Ujarku sambil menepuk pundak Rere.
“yaudah yuk Ram kita jalan sekarang!”
“oke, oh iya mit. Temen gue ini jomblo loh!” Ucap Rama sambil mengedipkan sebelah matanya padaku. Aku tercengang tak mengerti.
 
*
“hoee bro, sory telat ya! Biasa nih jakarta macetnya gak nahan” Ujar Rama saat kami telah sampai disatu bangku yang berada dipojokan. Entah kenapa Cuma ada kami disini.
“no problem Ram, gue juga baru sampe kok! Wah si Rena makin cantik aja ya!”
“kebiasaan lo ah, panggil gue Rere bukan Rena! Oh iya dit, kenalin nih sahabat gue!”
“Mita!” Ucapku lalu mengulurkan tanganku.
“aditya reyhan sudiro!” jawabnya sambil membalas uluran tanganku, sudiro? Nama itu? Lalu mata itu kembali mengingatkan ku kepada dia .
“Mita? Are you ok?” tanya nya yang membuyarkan lamunanku.
“heh, ya gue gak papa kok!”
“Mit, jangan kebiasaan bengong dong!” bisik Rere, aku hanya tersenyum tanpa dosa padanya.
“oh iya Ram, jadi gimana nih? Katanya ada hal yang penting!”
“jadi ginii, gue denger lo kan punya band. Gue mau minta tolong nih buat birthday party lo jadi pengisi acaranya gimana?”
“emang party siapa bro? Kapan?”
“party sepupu gue, yah acaranya sih masih dua bulan lagi. Lo bisa kan?”
“buat lo apa sih yang engga! Ntar gue kabarin anak band gue dulu deh!”
“thankyou bro!! Oh iya belom pesen makanan nih kita!” Ucap Rama, daritadi aku terus memperhatikan Adit, aku kenal betul mata itu. Mata teduh yang selalu aku rindukan, mata teduh yang selalu menghangatkanku, mata teduh yang slalu membuatku nyaman saat menatapnya. Apa mungkin dia... tidak mungkin.
 
-dua hari kemudian-
 
“Mit, gimana? Ada perkembangan sama Adit?” Rere membuka pembicaraan denganku, ia memberi ku minuman.
“perkembangan? Maksud lo Re?”
“iya? Hubungan lo sejauh apa?”
“eh tunggu tunggu? Gue beneran gak ngerti deh, gue sama adit? Gak ada apa apa! Sejak pertemuan kemaren kan gue gak tau lagi!”
“jadi Adit belom hubungin lo?” Sambar Rama yang langsung duduk diantara aku dan Rere.
“belom? Gue gak ngerti sama omongan lo ah! Gue ke perpus dulu ya? Mau cari buku baru!” Ujarku lagi sambil meninggalkan pasangan itu, apa coba maksud mereka? Mana mungkin Adit menghubungi aku? Dia aja gak minta nomer hp ku, atau mungkin twitter ku. Ngaco! Hari ini jam mata kuliah sudah usai, Rere berkali kali mengajakku untuk pulang bareng bersama Rama tentunya. Tapi aku menolak, yah hari ini aku ingin menonton film yang sudah aku tunggu tunggu, memang membosankan kalo Cuma menonton sendiri. Tapi akan lebih membosankan nonton bareng Rama dan Rere yang tiap saat akan bermesraan. Aku masuk kedalam bioskop dan brukk..
“sory sory gue gak sengaja!” ucapku, aku terlalu fokus pada antrian tiket sehingga aku tak melihat orang didepanku.
“iya gak papa kok, mungkin gue yang tele... loh? Mita kan?” tanya orang itu, aku mendongakkan kepalaku, yah untuk melihat siapa yang baru saja aku tabrak.
“Adit? Ngapain disini?”
“gue tadi abis ketemu klien nih, terus langsung aja mau nonton! Elo?”
“gue juga pengen nonton aja! Yah refreshing aja sekali kali!”
“gak sama Rere nd Rama? Yaudah gimana kalo gue yang nemenin lo nonton? Gak keberatan kan?” Tanya nya, kali ini Adit benar benar terlihat charming, dengan pakaian kantornya, kemeja, dasi dan jas membuat ku sedikit tertarik kepadanya.
“heii kok bengong? Lo keberatan ya?”
“eh, engga kok! Yaudah yuk!” Ucapku, lalu kami pun membeli tiket film yang kami inginkan. Dan lagi lagi film ini sama, apa aku berjodoh dengannya? Yaampun Mita, apa sih yang lagi kupikirkan-, dasar tukang hayal!
“Mit, gimana kalo kita makan dulu! Filmnya juga masih satu jam lagi” Ajak Adit sambil menarik tanganku, dan saat itu juga jantungku berdetak, wajahku terasa panas. Yatuhan ada apa ini?
“eh maaf Mit, gue lancang ya?”
“gak kok dit, yaudah lo mau makan dimana emang?”
“disana aja gimana? Suka kan?”tanya Adit lagi, aku hanya mengangguk. Yah mungkin saja ini kebetulan, tempat makan favorite kami sama!
“Dit, gue mau tanya boleh?” Ujarku setelah makanan kami datang, ia menatapku. Yah mata itu, benar benar mengingatkanku padanya.
“tanya apa Mit? Pake sungkan sungkan segala!”
“lo gak malu jalan sama gue?” Tanyaku, Adit menyernyitkan dahinya tanda ia tak mengerti dengan pertanyaanku barusan.
“iya maksud gue apa lo gak malu jalan sama gue, lo liat aja penampilan gue jauh deeh sama penampilan orang kantor kayak lo!”
“kok lo nanya kayak gitu Mit? Jalan sama lo tuh unik lho! Kapan lagi coba ada cewek yang gayanya maskulin tapi cantiknya kebangetan. Penampilan? Kenapa coba kalo penampilan lo kayak gitu? Mereka yang ngomongin kita mah gak tau apa apa mit, jadi santai aja yah!” Jawabnya sambil tersenyum, matanya memancarkan sinar kehangatan itu lagi. Perasaan nyaman itu tiba tiba saja datang, siapa sebenarnya adit itu? Pertanyaan itu slalu saja muncul dibenakku.
~~http://gunadarma.ac.id/

Sepasang Mata #1

               Aku membuka kembali kotak-kotak besar yang sudah lama kusimpan di dalam lemari, kotak ini cukup lama aku abaikan. Yah dikotak ini lah aku menaruh semua barang barang pemberiannya dahulu. Tak ada yang tertinggal dari semua barang yang pernah ia berikan. Semua tertata rapih dikotak-kotak itu, semua barang yang –menurutku- masih sangat berharga. Bahkan sahabat ku pun menyuruh ku untuk membuang barang itu, yah mungkin maksud mereka baik. Entah mengapa aku selalu saja menangis saat membuka kotak ini.
Disetiap benda itu tak lupa aku tempelkan secarik kertas yang bertuliskan tanggal ia memberikanku benda itu, bahkan saat ia memberikan ku bunga bunga -yang aku biarkan saja sampai bunga itu layu- itu pun aku simpan dikotak ini serta tanggal pemberiannya. Mungkin aku memang seorang wanita yang jahat, wanita yang bodoh karena menyia nyiakan orang yang sangat sayang sekali padaku. Aku akui umur kami memang berbeda tiga tahun, aku menganggapnya dulu hanya bermain main dengan ku.
Dan kini saat aku sadar aku mencintainya, ia sudah pergi dan mungkin sudah terlalu telat aku meminta maaf padanya. Seandainya aku bisa mengulang itu semua aku akan berjanji untuk mencintaimu dengan benar~

~
 
“hoams” Aku membuka mataku, sinar matahari yang mulai masuk kecelah celah jendela kamar sangat mengganggu tidurku. Aku mengerjap ngerjapkan mataku, rasanya sulit sekali untuk membuka kedua mataku, yah mungkin karna semalam aku terlambat untuk tidur. Aku mengubah posisi ku menjadi duduk ditepi kasur, kulihat kotak kotak itu masih berada dibawah tempat tidurku semalam memang aku lupa membereskan barang barang itu, aku terlalu lelah menangisi kepergiannya.
“Mitaaa, kamu sudah bangun nak?” Suara bundaku sudah terdengar dari luar pintu, yah aku ada mata kuliah pagi ini.
“udaah bun, mita lagi siap siap kok!” dustaku, kalau saja bundaku tau pasti ia akan masuk kamarku dan menyeramahiku seada adanya.
“yaudah cepetan ya, Rena nunggu kamu tuh didepan sama Rama. Kasian mereka kelamaan nunggu kamunya” ucap bunda lagi, aku hanya membalas dengan ucapan iya.
Setelah bersiap-siap aku memutuskan turun dari kamar, kulihat Rena dan Rama sedang bersenda gurau diruang tamu, sesekali Rama mengusap lembut rambut sahabatku.
“hey Re, Ram, sory ya lama! Gue kesiangan nih” Ucapku sambil duduk disebelah mereka.
“yah, no problem Mit. Btw berangkat sekarang aja yuk. Nanti telat lagi masuk kelasnya” Jawab Rena, dan disusul anggukan kekasihnya.
“yuk!” Sambungku lagi, Serena Swift atau biasa ku panggil Rere ini temanku sejak kelas 3 sma. Rumah kami berdekatan dan tentu itu membuat kami sering bermain bersama yah atau sekedar berkunjung kerumah masing masing, dan akhirnya kami memutuskan untuk masuk disalah satu universitas negeri dijakarta. Sedangkan Ramadhani Widjaya atau Rama adalah kekasih Rere, kami berkenalan saat Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus, dan ternyata kami pun dipertemukan lagi dikelas. Katanya sih dari awal Rere kenal Rama mereka udah saling jatuh cinta. Yah selama Rama gak nyakitin sahabat ku sih, aku akan terus mendukung hubungan mereka.
“heh Mit, kok lo bengong?” Tanya Rama, aku melihat sekelilingku Rere dan Rama hendak turun dari mobil. Aku hanya nyengir kuda melihat Rere yang menyeringai jail kearahku. Kami berjalan dikoridor koridor dikampus, banyak sekali orang yang memperhatikan penampilanku. Mungkin mereka suka menggunjing penampilanku yang tomboy dan jauh dari kata feminim, ingatan ku kembali memutar memory saat aku masih bersamanya kami berjalan dikoridor kelas dan mereka menghujat kami dengan berkata kalo kami tidak normal. Sedih? Tentu, siapa yang senang kalo dijadikan bahan ejekan. Tapi dia selalu saja membiarkan aku untuk tetap berada disisinya. Yah itu hal yang paling aku rindukan saat ini. Aku memang bodoh! Sangat bodoh, seorang yang benar benar tulus seperti dia aku biarkan pergi dengan caraku sendiri. Ya tuhan, aku merindukannya.
“Mit.. Mita.. ssst!” panggil Rere yang duduk disebelahku, aku menoleh kearahnya penuh tanda tanya.
“Mita, jelaskan apa pengertian rule of low menurut dicey yang tadi saya jelaskan!” Ujar pak Andre, dia adalah dosen yang cukup baik, tapi akan menjadi killer jika ada orang yang tidak memperhatikannya.
“mengandung tiga unsur, yaitu hak asasi manusia yang dilindungi undang-undang, persamaan kedudukan di mata hukum dan supremasi aturan-aturan hukum.” Jawabku, untung saja aku sudah mempelajari hal ini. Selamat!
“lain kali saya tidak mau melihat ada yang melamun lagi dikelas ini. Saya rasa cukup materi yang saya bahas, permisi!” Ucap pak andre lagi, ia keluar dari kelas ini. Aku memasukan kertas kertas file ku, sementara Rere sibuk memperhatikan raut wajahku.
“kenapa sih Re ngeliatin muka gue sampe kayak gitu? Gue ganteng ya?” Candaku, tapi Rere tetap pada wajah datarnya .
“lo mikirin apa sih Mit? Tadi sepanjang jalan kekampus dan dikoridor lo juga bengong terus, diajak ngomong gak nyaut nyaut sampe akhirnya lo ditegor sama pak andre! Sebenernya lo kenapa sih Mit?” Tanya Rere padaku, nadanya sangat sangat serius. Aku hanya menjawab pertanyaannya dengan segaris senyum, yah senyum pedih.
 
~
Aku kembali membuka kotak itu, yah kali ini yang aku buka adalah sebucket mawar putih yang ia berikan padaku dihari jadi kami yang ke enam bulan. Dan surat itu pun masih ada, ucapan ucapan nya yang menyentuh berhasil membuat ku kembali meneteskan air mata itu. Entah sampai kapan aku akan terus begini, menyesali perbuatanku tiga tahun yang lalu.
Kriiik..kriiik..
“Mitaaaaa.. lo tuh ya gue telfonin gak diangkat angkat! Sebel deh ahh gue, bikin badmood aja!” Ucap Rere yang langsung masuk kekamar ku tanpa mengetuk pintu dan tanpa permisi, begitulah sifat jeleknya kalau sedang badmood.
“iya iya maaf, tadi gue sibuk beresin kotak ini nih!” Jawabku lalu mengusap air mataku .
“Mimit nangis ya? Ini kotak apa? Coba gue liat!” tanpa menunggu jawaban dariku Rere langsung mengambil alih kotak kotak besar dihadapanku. Ia melihat satu persatu barang yang ada dikotak itu. Rere hanya bisa menatapku penuh tanya, dan kurasa aku belum bisa memberikan jawaban yang Rere minta malam ini, hatiku sudah terlalu sesak dengan ingatan ingatan ku tentang dia. Kurasa Rere mengerti, ia memelukku, seolah akan menenangkan perasaanku yang sedang bergejolak menahan rasa rindu dan rasa penyesalan terhadap nya.
“kalo mau nangis, nangis aja! Jangan sungkan, gimanapun gue sahabat lo gak rela liat lo tertekan kayak gini” Ucapan Rere membuatku terharu, dulu dia juga sering mengatakan hal yang sama kalau aku sedang punya masalah.
“Mit, pinjem hp dong mau sms Rama. Bilang kalo kita gak jadi jalan.”
“loh kenapa emang?” tanyaku, aku menatap Rere heran. Biasanya ia gak akan pernah mau kalo acaranya dibatalkan.
“simple, gue mau nemenin sahabat gue yang lagi galau. Haha” ledeknya, aku menyernyitkan dahiku.
“maksud lo siapa yang galau? Gue? Sok tau!”
“halah Mit Mit, lo nanhttp://gunadarma.ac.idgis juga udah nunjukin kok kerapuhan hati lo! Jadi tuh cowok siapa?”
“he was my first love, dia orang yang pernah gue sia siakan dulu. Yah, dan sekarang gue baru bener bener nyesel”
“sejak kapan lo pacaran sama dia?”
“dua ribu sembilan lalu, dibulan january tepat ulang tahun gue yang ke 16. Haha bodoh ya gue baru sadar itu semua akhir akhir tahun kemarin.”
“dia dimana sekarang Mit?”
“entahlah, mungkin udah bahagia sama pacar barunya. atau mungkin udah kuliah di london, impiannya dulu!”
“cup..cup.. lo tenang aja ya mit, gue yakin kalo emang kalian jodoh pasti ditemuin lagi. Eh manaa hp lo? Ntar si Rama kerumah gue lagi-_- ”
“kalo emang mau jalan gapapa kok Re!”
“enggak ah, gue mau disini aja! Lagian besok kan libur kuliah tuh, si Rama bisa ngapelin gue dari pagi sampe malem.”
“huh, tau dehh yang punya pacar jadi diapelin terus”
“makanya Mit cari pacar, jangan galau mulu. Haha” ledek Rere, dan berakhir dengan perang bantal dikamarku.
 
~~