Sondag 27 Oktober 2013

I Knew I Loved You -Chapter3-

I always needed time on my own..
I never thought I’d need there when I cry..
When you walk away I count the steps that you take..
Do you see how much I need you right now?
( When Your Gone – Avril Lavigne)
***
            Sudah lewat dari setengah tahun aku, Jessy dan Daniel tinggal dirumah Ibu. Sosok ayah baru dalam keluarga ini lebih baik dan lebih bertanggung jawab. Ia menerima aku dan juga Jessy sebagai anaknya sendiri. Bahkan dengan adanya Melly aku jadi lebih bersemangat. Aku tidak melupakan fero sepenuhnya, hanya saja sedikit tidak memikirkannya. Seperti halnya saat kami belum bertemu.
“Ibu? Kau mau kemana? Kenapa rapih sekali?” Tanyaku, kulihat ibu sudah berdandan rapih bersama ayah disebelahnya.
“ibu dan ayah mau menjemput keponakan ayahmu. Dia baru saja sembuh dari komanya dan ingin tinggal disini” Jawab Ibu. Aku meletakan majalah yang sedang kubaca.
“oh ya? Siapa dia?” Tanyaku.
“nanti juga kau akan tau, syg. Kalau begitu ayah dan ibu pamit dulu. Nanti kau jangan lupa menjemput Melly ya” Ucap Ayah, aku mengangguk. Kini ayah memfasilitasi aku sebuah mobil, Honda jazz berwarna pink metalik. Itu karena aku bertugas mengantar jemput Melly, sementara Jessy dan Daniel sedang mengurus beberapa keperluan dijakarta. Dan tinggallah aku sendiri. Aku bersyukur, kepindahanku kesini membuatku bisa menata kembali hidupku. Yah, seperti yang Jessy bilang, kehilangan sosok penopang hidup bukan akhir dari segalanya. Kini aku cukup mengingat nama Fero, mungkin mengukirnya didalam hati saja. Dan semoga saja kau berbahagia disana. Jam sudah menunjukan pukul sebelas siang, dan seperti biasa aku harus sudah bersiap untuk menjemput Melly disekolahnya. Anak kecil itu juga mengambil banyak andil dalam perubahan sikapku. Setiap aku merasa sedih, ia selalu mengajakku bermain. Melly pun mempunyai paras cantik, sebenarnya ia lebih mirip denganku dan jessy. Karena pada dasarnya melly mirip sekali dengan ibu. Mempunyai rambut ikal berwarna coklat gelap, dan mata yang sama. Aku sendiri yang mempunyai mata berwarna coklat lebih sering memakai softlens berwarna biru.
            Baru sekitar lima belas menit aku sampai disekolah Melly, anak itu sudah berlari sambil melambaikan tangan kearahku.
“Kak Raniiiii, aku kira kau tidak akan menjemputku” Ujar si kecil, aku berlutut agar terlihat sejajar dengan anak ini.
“lalu kalau aku tidak menjemputmu, siapa yang akan menjemputmu? Memangnya kau berani jika pulang sendiri?” Sindirku, anak ini tertawa kecil.
“apakah kak Ditya sudah datang, Rani?” Tanya Melly lagi, Ditya? Siapa dia?
“Aku tidak mengenal Ditya, siapa dia?” Tanyaku kembali, kini aku sedang menggendong melly menaiki mobil.
“dia sepupu kita, Raniiii. Orangnya tampan dan baik sekali. Dia sering membelikan aku ice cream” Jawab Melly.
“mana yang lebih baik? Aku atau Ditya?” Tanyaku menggoda.
“kalian sama baiknya. Siapa tau kalian berjodoh” ucapnya senang, anak ini sudah seperti orang dewasa saja.
            Sebelum pulang Melly memintaku untuk berhenti di pinggir jalan. Ia memintaku membelikannya ice cream dan juga beberapa kue untuk ia makan nanti sesampainya dirumah. Jujur saja aku merasa penasaran dengan sosok Ditya.
            Sesampainya dirumah ternyata ibu dan juga ayah belum pulang, rasa kecewa sedikit ada dalam hatiku. Ditambah kini Melly malah sibuk bermain dengan bik ijah. Baiklah, mungkin lebih baik aku tidur siang saja. Jessy mengabari ia baru akan pulang seminggu lagi. Tidak ada Jessy membuatku sedikit kesepian. Kakakku yang satu itu memang sering menyebalkan, tapi tak jarang aku merindukannya saat ia pergi.
~~
            Jam makan malam sudah tiba, ibu dan ayah pun sepertinya sudah pulang. Tapi karena terlalu lelah maka aku putuskan untuk tidur sampai bik ijah mengetuk pintu untuk menyuruhku makan malam. Aku mengangguk dan meminta sedikit waktu untuk mandi dan bersiap-siap.
Selesai mandi dan berganti pakaian aku segera turun, ada ayah, ibu dan juga Melly. Dimana sosok Ditya? Bukankah seharusnya ia ada disini, makan malam bersama kami?
“Rani, kenapa kau terdiam disitu? Kemarilah sayang” Ujar Ibu, aku mengangguk.
“bukankah ayah dan ibu bilang akan menjemput seseorang? Dimana dia bu?” Tanyaku, ibu mengulum senyum.
“Kak Rani sudah tidak tahan mau berkenalan dengan Kak Ditya ya?” Goda Melly, aku tersipu malu.
“Ditya sepertinya masih beristirahat, maklum saja. Semenjak kecelakaan ia menjadi pemurung. Ditambah orang yang bertabrakan dengannya malah meninggal” Jawab Ibu. Jadi Ditya juga korban kecelakaan?
“mungkin besok kau akan berkenalan dengannya Rani. Sekarang nikmatilah makan malammu” Tutur Ayah, aku mengangguk.
            Selesai Makan malam aku naik kembali kekamarku. Ku lihat seseorang sedang duduk dibalkon lantai atas. Apakah dia yang bernama Ditya? Dengan menggenggam gelas berisi air mineral aku menghampirinya.
“hey” Sapaku, lelaki itu menoleh kearahku. Untuk beberapa saat aku terpaku. Melihat lelaki itu memandangku, kenapa tatapan matanya begitu mirip dengan fero? Kenapa raut wajah dan juga senyumannya mirip dengan fero?
“Hey juga” Balasnya sambil tersenyum. Ya tuhan, senyuman dan mata itu benar-benar mirip dengan Fero.
“ka..kau yang bernama Ditya?” Tanyaku memberanikan diri. Kini hatiku serasa mencelos, aku merasa mata itu benar-benar milik Fero.
“ya, kau pasti Rania anak tante Tiwi? Benarkan?” Tanyanya. Dan aku bersumpah, caranya berbicara pun sangat mirip dengan Fero.
“ya.. kau benar. Aku Rania, Rania Natasya” Jawabku sambil mengulurkan tangan.
“Ditya Nuraga, kau bisa memanggilku Ditya. Senang berkenalan denganmu” Balasnya. Aku tersenyum.
- Ditya’s POV-
            Melihat gadis ini, kenapa hatiku begitu bergetar. Tidak pernah kurasakan getaran yang benar-benar hebat seperti ini. apa ini karena hati yang aku gunakan bukanlah hatiku? Saat aku kecelakaan beberapa bulan yang lalu aku mendapatkan kerusakan di bagian mata dan juga hati. Semua rusak. Dan ternyata yang menabrakku meninggal setelah beberapa hari dirawat. Pihak keluarganya memberi izin untuk mendonorkan kornea mata dan juga hatinya. Itu sebagai rasa penyesalan. Apalagi saat gadis didepanku ini menyebutkan namanya, kenapa hati ini merasa terenyuh sekali? Apa yang terjadi sebenarnya?
“Ditya? Kenapa kau melamun seperti itu?” Tanya Rani, aku menggeleng cepat.
“tidak apa-apa. Hanya saja melihatmu membuatku sedikit—ah lupakan” Ujarku.
“sebaiknya kau beristirahat. Ibuku bilang kau baru saja sembuh kan? Udara malam juga tidak begitu baik untuk tubuh.” Nasihatnya, aku mengangguk dan meninggalkannya yang juga mau masuk kamar.
-back to Rania’s POV-
            Benar saja, sosoknya semakin mirip dengan Fero. Kenapa disaat aku sudah sedikit melupakan bagaimana sakitnya kehilangan sosok yang begitu mirip dengan Fero hadir disini. Tepat dikehidupanku. Apakah ini rencanamu tuhan? Aku kembali mengingat dimana Fero dengan beraninya mengajakku berteman, padahal sebelumnya kami tidak saling mengenal. Ia selalu membuatku merasa sebal dengan tingkahnya. Bahkan dulu aku selalu berfikir aku tidak akan pernah membutuhkannya. Tapi kenyataannya kini aku benar-benar membutuhkannya. Bukan hanya untuk berbagi kesedihan, tetapi juga berbagi kebahagiaan. Dan kini aku kembali terpuruk, usaha ku untuk bangkit beberapa bulan terakhir kandas hanya karena hadirnya sosok lelaki yang benar-benar membuatku teringat kembali pada Fero.
            Aku benar-benar terpuruk kembali, mengingat kembali kenangan dimana aku selalu butuh waktu sendirian. Aku selalu bertingkah seolah aku orang yang paling kesepian, dan saat itu pula Fero hadir menawarkan sejuta warna kebahagiaan, awalnya aku mengira ia hanya akan mempermainkanku, menyakitiku, dan sama sekali tidak serius denganku. Tapi? Berkali-kali aku menolak, ia tetap bertahan. Bertahan sampai tiang pendirianku hancur tidak tersisa. Dan kini aku kembali terhempas saat mengetahui kenyataan kalau fero kekasih yang paling aku cintai kini hanya tinggal nama. Fero, apa kau tau aku membutuhkanmu sekarang.

~~~

Maandag 21 Oktober 2013

I Knew I Loved You -Chapter2-

I didn’t get around..
To kiss you goodbye on the hand..
I wish that I could see you again..
I know that I can’t..
I hope you can hear me..
Cause I remember it clearly..
( I miss you – Avril Lavigne)

            Aku lagi-lagi menangis, menyesali saat kepergian Fero aku tidak berada didekatnya. aku menyesali kebodohanku untuk ikut pergi bersama teman lamaku. Aku menyesali kenapa aku tidak bisa berada disisi Fero saat terakhir ia menghembuskan nafasnya. Andai saja aku bisa bertemu dengannya lagi, aku hanya ingin bilang kalau aku sangat mencintainya. Lebih dari apapun didunia ini. aku hanya ingin ia tau, kalau aku mencintainya dengan sangat tulus. Dan kini jika kau bisa mendengarku Fero, aku ingin bilang aku mencintaimu. Dan kini, aku beranikan diri untuk kembali melangkah, menatap masa depanku yang dulu pernah kita rancang sama-sama. Menatap indahnya dunia tanpamu, menyongsong hari-hari cerah juga tanpamu. Dan jika kau bisa dengar, aku melakukan ini semua hanya demi kau. Demi cintaku padamu, Fero Alvino.
“Rania, apa kau sudah siap?” Tanya jessy sambil mengetuk pintu kamarku. Aku memasukan sebuah kotak berukuran sedang untuk menyimpan semua barang-barang yang pernah Fero berikan. Bukannya aku belum bisa melupakannya, tentu saja aku tidak akan pernah melupakannya. Hanya saja, aku tidak ingin membuang barang yang pernah menjadi saksi bisu cinta kami berdua.
“tentu, aku sudah siap” Tuturku, aku membawa tiga buah koper besar dan satu koper mini. Memang, barang-barangku sangat banyak sekali. Dan karena aku akan terus tinggal disana maka aku memutuskan untuk membawanya.
“Ayo, Daniel sudah menunggu kita di mobilnya.” Ujar Jessy. Rumah ibu terletak dikota Bandung. Yah, memang tidak terlalu jauh dengan Jakarta. Tapi menurutku suasana bandung bisa membantuku untuk menata kembali semuanya dari awal.
“apa semua barang-barangmu tidak ada yang tertinggal?” Tanya Daniel setibanya kami dibawah.
“Sepertinya tidak ada, semua barang-barangku sudah aku bawa.” Jawabku sambil memasuki barang-barang kedalam bagasi. Dan setelah semua siap Daniel mengendarai mobilnya dengan baik. Aku duduk dibelakang, sementara Jessy menemani Daniel di depan. Aku terus menatap ponselku. Kembali membaca pesan singkat yang Fero kirim sebelum ia meninggal. Kata-kata yang manis dan sangat membuatku melayang itu hanya sebuah kenangan. Dan kini, aku tidak akan mendapatkan pesan darinya lagi. Tidak akan pernah.
            Perjalanan yang cukup panjang akhirnya selesai sudah, Daniel memarkirkan mobilnya digarasi rumah yang cukup mewah. Rumah yang dicat soft cream, dan juga halaman depan yang dipenuhi oleh banyak tanaman hias. Sungguh rumah yang nyaman. Aku dan Jessy berjalan kearah pintu utama. Jessy menekan bel beberapa kali, dan kini seorang wanita paruh baya keluar dengan gayanya yang anggun. Benarkah itu sosok ibu? Ibu yang sudah lama tidak kulihat.
“Jessy, Raniia, kalian akhirnya sampai juga! Ibu sudah menunggu lama” Tutur ibu, ia memeluk kami bergantian. Tak lama sosok Daniel yang baru saja menghampiri kami juga dipeluknya. Jujur saja, aku merasa rishi saat pertama kali dipeluk oleh ibu. Entah karena aku terlalu lama diabaikan olehnya atau memang begini rasanya dipeluk oleh ibu kandungku?
“yah, jalanan cukup macet mala mini bu. Dimana ayah?” Tanya Jessy, apa yang ia maksud adalah ayah baru kami? Tanyaku dalam hati.
“oh iya, ayo kita masuk. Biarkan bik ijah yang menurunkan barang-barang kalian.” Jawab Ibu, aku mengekori mereka. Dan kini aku melihat seorang lelaki yang tampak lebih tua dari ibu sedang bermain dengan gadis kecil, sepertinya ia akan menjadi adikku.
“yah, kenalkan. Ini anak-anakku, mereka akan tinggal bersama kita. Kau tidak keberatan bukan?” Tanya ibu, pria itu berdiri dihadapan kami sambil menggendong anak kecil itu. Ia tersenyum dan menyalami kami satu persatu.
“tentu saja tidak, bu. Dengan adanya mereka Melly tidak akan kesepian lagi bukan” Jawabnya sambil tersenyum.
“nah, sebaiknya kalian langsung beristirahat. Ibu tau, kalian pasti sangat lelah” Suruhnya, kami mengangguk. Daniel dan Jessy diantar oleh bik ijah menuju kamarnya. Sementara ibu mengantarku sampai kekamar.
“Ranii, Ibu sudah dengar berita kematian kekasihmu. Ibu turut berduka cita syg. Maaf jika ibu tidak berada disisimu saat itu” Ujar Ibu prihatin. Aku mengulum senyum miris.
“tidak apa-apa bu, itu semua sudah terlampau jauh. Dan aku pindah kesini hanya untuk menata kembali kehidupanku yang sudah hancur. Aku harap kau mau membantuku” Jawabku.
“tentu saja sayang, kapanpun kau membutuhkanku kau bisa memanggilku. Sekarang lebih baik kau tidur” Ujarnya sambil mencium puncak kepalaku. Aku mengangguk.
“sweet dream, sweety” Tukasnya.

~
I’ve had my weak up Won’t you wake up..
I keep asking why And I can’t take it..
It wasn’t fake it It happened you passed by..
Now your gone Now your gone..
There you go There you go..
Somewhere I can’t bring you back..

“Mengapa kau mau memilihku untuk menjadi kekasihmu?” Tanya Fero, ia menatapku hangat. Aku membalas tatapannya.
“karena hanya kau yang bisa meluluhkan hatiku, hanya kau lelaki yang tulus mencintaiku, dan hanya kau pula yang mau menerima kehancuran keluargaku.” Jawabku sambil tersenyum manis.
“ku kira kau mau menerimaku karena kau mencintaiku” Tandasnya, ia tersenyum masam.
“semua hal itu membuatku jatuh cinta padamu, bukankah kau sudah tau kalau aku mencintaimu” Balasku, kini Fero merubah posisinya menjadi duduk. Aku pun ikut dan menyandarkan kepalaku tepat dibahunya.
“aku sangat mencintaimu Rania Natasya. Sangat!” Ujarnya.
“aku pun begitu, dan entahlah mungkin jika kau tidak ada disini hidupku tidak akan pernah berjalan dengan indah” Kataku, Fero mendaratkan ciuman mesra pada bibirku. Namun detik itu juga sosok Fero menghilang. Ku lihat ia kini sudah berada diujung jalan, semakin lama semakin menghilang..
“FEROOO!!!” Aku terbangun kembali dari tidurku, mimpi itu lagi. Kenapa Fero? Kenapa kau masih setia mendatangi mimpiku? Kenapa kau tidak membiarkanku untuk menjalani kehidupan baru. Mimpi tentangmu hanya membuatku semakin tidak berdaya. Air mataku kembali menetes. Aku benci disaat seperti ini.
“Ranii, kau baik-baik saja?” sosok ibu kini muncul dibalik pintu dan mendekatiku.
“tidak, hanya mimpi buruk saja bu” Jawabku, ibu mengambilkan ku segelas air mineral dan memelukku.
“kau bermimpi tentang dia lagi?” Tanya Ibu, aku mengangguk kecil.
“lebih baik kau teruskan tidurmu. Besok kau akan ibu ajak mengantar melly kesekolahnya.” Ujar Ibu, ia menyelimutkan aku lagi. Namun sebelum ibu pergi aku menahan tangannya.
“ada apa sayang?” Tanya Ibu.
“maukah ibu menemaniku tidur untuk malam ini?” Tanyaku kembali.
“baiklah, jika itu bisa membuatmu lebih tenang, anakku” Jawabnya. Aku tersenyum.

            Tidur bersama Ibu semalam membuatku cukup tenang. Setidaknya mimpi itu tidak datang lagi. Aku benar-benar berterimakasih ibu mau menemaniku semalam. Yah, pagi ini aku pergi kehalaman belakang. Membawa kotak yang berisi tentang kenangan ku bersama fero. Aku sudah meminjam sebuah sendok semen untuk menggali tanah dibelakang. Dan saat aku mengira itu sudah cukup dalam, saatnya aku meletakan itu semua. Maaf Fero, sepertinya memang harus aku lakukan. Aku tidak ingin kau selalu hidup dalam bayang-bayangku. Kau sendiri yang menyuruhku untuk tetap menata hidupku. Dan kini aku berusaha bangkit dari keterpurukan itu. Semoga kali ini aku tidak menemukan kesulitan.
“Rani, apa yang kau lakukan? Ibu memanggilmu” Suara Melly terdengar dari arah belakang, kini ia sudah siap dengan seragam sekolah dasarnya. Aku tersenyum dan menghampiri anak itu.
“aku tidak melakukan apapun Melly” Jawabku, setelah membersihkan tangan dan mengembalikan sendok semen itu aku mengajak Melly kemeja makan.
“lalu apa yang kau lakukan dengan benda tadi?” Tanyanya lagi.
“mengubur sesuatu yang sudah tidak terpakai. Nah, sekarang ayo cepat kita sarapan” Jawabku.

Donderdag 17 Oktober 2013

I Knew I Loved You -Chapter 1-


-Chapter1-

I miss you..
Miss you so bad..
I don’t forget you..
Oh it’s so sad..
** 
            Aku menatap nanar kearah gundukan tanah yang masih basah, dimakam itu tertulis jelas namanya. Fero Alvino, sosok lelaki yang paling aku cintai kini sudah menyatu dengan tanah. Aku tidak akan bisa lagi merasakan pelukan hangatnya, merasakan lembut suaranya saat memanggilku. Kenapa tuhan, kenapa kau begitu cepat memanggil dia dari sisiku? Kenapa bukan orang lain?
“Rani, mau sampai kapan kau disini? Ayo kita pulang, sebentar lagi akan turun hujan” sebuah suara memanggilku dengan nada lirih. Dia jessy, kakak-ku satu-satunya. Ia yang membawaku ke makam fero. Ia juga yang memberitahukan kabar buruk ini padaku.
“Aku ingin menemani Fero disini. Kau pulang saja duluan!” Jawabku singkat. Aku masih tetap berdiam dimakam kekasihku, dimakam yang masih basah ini. fero, sebentar lagi hujan akan turun. Apa kah kau tidak kedinginan berada dibawah sana? Air mataku kembali menetes. Aku ingin tuhan mengabulkan doaku.
“Fero sudah tenang dialamnya Ra, Ayo cepat kita pergi. Daniel sudah menunggu kita didalam mobil” Ujarnya lagi, aku tetap tidak bergeming. Daniel adalah suami kakak-ku, semenjak Jessy menikah dengannya hanya Fero yang aku punya. Ayah dan ibuku sudah lama bercerai dan kini kami tidak tau dimana mereka berada. Sungguh menyedihkan bukan?
“tidak, aku tidak mau meninggalkan dia sendirian. Bagaimana jika ia kedinginan jessy. Tidakkah didalam sangat menakutkan?” Tuturku sendu, aku benar-benar belum siap kehilangan satu penopang hidupku. Jessy ikut berlutut menjajari posisiku.
“Rania, tidakkah kau kasihan jika Fero ikut sedih melihat kau yang terus-terusan seperti ini? tuhan telah menyediakan tempat terindah untuknya. Seharusnya kau mengirimkan doa, bukan terus-terusan menangisi kepergiannya!” Ujar Jessy, bahkan kini ia ikut menangis. aku terkulai lemah dipelukannya. Benarkah Fero hanya akan sedih melihat aku seperti ini?
*
I hope you can hear me..
I remember it clearly..

            Sudah hampir satu bulan dari kepergian Fero, aku masih teringat dengan jelas sehari sebelum kepergiannya ia masih menemaniku disini. Kamar ini menjadi satu saksi ketulusan cinta kami. Ia memperlakukanku seperti akulah satu-satunya gadis didunia ini. namun kini Fero pergi, ia benar-benar pergi untuk selamanya. Bukan hanya untuk sementara.
            Dan kini bagaimana caranya aku bisa menjalani kehidupanku, jika semua tempat yang sering aku kunjungi adalah tempat dimana kami berdua? Bagaimana caranya aku menghilangkan ingatanku tentang kenangan kami? Aku benar-benar belum sanggup. Aku menyentuh figura yang terpampang rapih dikamarku, figura berisi foto kami berdua seminggu sebelum tragedi itu terjadi.
“Rani, berjanjilah kalau aku tidak berada disampingmu lagi kau akan menjaga dirimu sendiri. Dan jangan biarkan kepergianku membuat kau terpuruk. Apapun yang terjadi, kau harus ingat perjalananmu masih terlalu panjang. Berbahagialah.” Aku ingat sekali saat kami menghabiskan malam untuk melihat bintang Fero berkata seperti itu. Kata kata yang aku sendiri belum mengerti apa maksudnya saat itu. Jujur aku sangat mengutuk kejadian yang menimpa Fero. Bagaimana tidak, kecelakaan itu terjadi begitu cepat. Dan sialnya lelaki yang mobilnya bertabrakan dengan Fero masih kritis.
“Rania, lusa kita akan pindah. Ku harap kau bisa menerima keputusanku dengan Daniel” Ujar Jessy, ia berjalan kearahku.
“kemana? Dan mengapa kita harus pindah?” Tanyaku, Jessy mengusap kepalaku. Selain seorang kakak, ia juga sudah kuanggap seperti sosok ibu. Ia sangat menyayangiku.
“ibu meminta kita untuk tinggal bersamanya. Kemarin ia menelfonku, dan kebetulan Daniel juga dipindah tugaskan dari pekerjaan lamanya” Jawab Jessy. Dia bilang ibu menyuruh kita tinggal bersamanya? Bagaimana bisa Jessy menerima tawaran ibu? Sedangkan kurang dari lima tahun ia menelantarkan kami?
“Ibu? Bagaimana bisa kau menerimanya Jessy? Apa kau sudah tidak sanggup mengurusku? Apa aku hanya menambah beban bagimu?” Tanyaku, air mataku kini mengalir lagi. Jessy memelukku hangat. Kurasakan getaran dibibirnya juga menahan isak tangis. Jessy dan Daniel juga sama sepertiku, merasa sangat kehilangan sosok Fero. Apalagi yang ia tahu hanya Fero yang bisa meluluhkan kerasnya hati dan pendirianku.
“setelah kehilangan fero bukankah kau membutuhkan sosok ibu? Jujur saja aku belum cukup mengerti tentang segala keluh kesahmu sayang. bukan berarti kau terlalu menjadi beban untukku. Namun, ku kira kau lebih membutuhkan sosok ibu. Lagipula aku dan Daniel akan ikut denganmu. Kita bisa bersama dengan ibu lagi” Jawabnya, ia masih memelukku dengan erat.
“aku tidak mengerti kenapa ibu mau menawarkan diri, setelah sekian lama ia pergi entah kemana. Ku kira ia sudah tidak perduli lagi dengan kita” Tandasku. Jessy tersenyum simpul.
“bagaimanapun, ia tetap ibu kandung kita. Dan kau tidak boleh bersikap seperti itu lagi. Berjanjilah kau tidak akan terus seperti ini. aku hanya tidak mau kau terus terpuruk dengan kepergian fero. Aku ingin kau kembali menjadi Rania Natasya yang ceria seperti dulu.” Tutur Jessy. Aku mengangguk pelan, aku sendiri masih tidak yakin apakah aku bisa kembali berdiri kokoh seperti saat ia masih disisiku?
**
The day, you slipped away..
Was the day, I found it won’t be same..

“kau tau kan? Kalau aku sangat mencintaimu.. Maka aku memohon dengan sangat padamu. Aku mohon teruslah berdiri dengan tegak, berjalan ikuti arah. Terus nikmatilah kebahagiaanmu. Jangan biarkan aku sedih melihatmu seperti itu Ranii.. Tolong bahagialah tanpaku disisimu”
Aku tersentak, keringat dingin kembali membasahi kening, dan juga tubuhku. Ini untuk kesekian kalinya Fero mendatangi mimpiku, aku kembali mengambil sebuah album foto yang kusimpan dibawah bantal. Album foto dimana kami berdua mengabadikan segala hal yang kami lakukan berdua. Aku teringat setiap harinya fero selalu bilang kalau ia mencintaiku. Aku sudah terbiasa mendengar ucapan itu, dan kini aku harus sadar kalau hal itu tidak akan terulang lagi. Air mataku kembali menetes, jika bisa aku ingin menyusul Fero. Bagaimana aku akan bahagia jika aku terus mengingat banyaknya kenangan kami. Bantu aku berdiri seperti dulu lagi Fero. Aku mohon.
“Bagaimana? Apa kau sudah menyiapkan barang-barangmu?” Tanya Daniel, pagi ini aku sudah mulai untuk sarapan bersama. Apa kau tau Fero, melangkahkan kaki menuju meja makan adalah hal tersulit yang aku rasakan. Setiap pagi, kau selalu menyediakan sarapan untukku, Jessy dan juga Daniel. Kami memang sudah tinggal bersama, dan sebenarnya seminggu yang lalu adalah hari dimana kami akan bertunangan. Bagaimana bisa acara it uterus dijalankan jika kau sudah tiada Fero. Ku lihat bangku disebelahku kini kosong, tidak ada lagi sosok Fero yang menggodaku saat sarapan, tidak ada lagi ciuman hangat dikeningku saat ia ingin pergi bersama Daniel menuju kantor. Kami sudah seperti suami-istri bukan? Itulah hal yang membuatku sangat merasa kehilangannya.
“Ya, Daniel. Kau tidak perlu khawatir, aku sudah packing semalam. Memangnya kapan kita akan pindah kerumah ibu?” Tanyaku. Mungkin, alasan  lain kenapa Jessy mengiyakan permintaan ibu adalah kondisi mentalku. Anak gadis yang sedang rapuh sepertiku memang sudah selayaknya tinggal bersama ibu. Dan, suasana dijakarta membuatku sudah bosan. Mungkin dengan pindah dari kota ini aku bisa menata kembali kehidupanku, semoga saja.
“sepertinya nanti malam. Kita akan pindah, aku sudah mempersiapkan semuanya. Kau dan Jessy hanya terima beres saja” Tutur Daniel, aku memaksakan sebuah senyum tipis. Jujur saja, pindah membuatku berat namun memaksa tinggal disini juga membuatku tidak bisa bertahan.
“Ranii, semoga dengan kepindahan ini, kau bisa menata kembali kehidupanmu. Yang perlu kau tau, kehilangan sosok penopang hidup bukan berarti kau juga harus terpuruk. Justru itu sebuah ujian kesabaran untuk meninggkatkan kedewasaanmu.” Tutur Jessy, aku mengangguk dan tersenyum penuh haru.

***

Mengapa Koperasi Belum bisa menjadi soko guru diindonesia


Nama : Nofiyanti Putri Wulandari
Npm/Kelas : 15212360 / 2EA05
Mata kuliah : Koperasi Keuangan

Mengapa Koperasi belum bisa menjadi soko guru diindonesia?

            Koperasi belum bisa menjadi soko guru dinegara Indonesia karena masih belum banyak yang bisa memanfaatkan koperasi. Padahal koperasi cukup berguna untuk masyarakat guna menunjang kehidupan akan datang. Koperasi juga akan maju jika negara mau berusaha.