-Chapter1-
I miss you..
Miss you so bad..
I don’t forget you..
Oh it’s so sad..
**
Aku menatap nanar kearah gundukan
tanah yang masih basah, dimakam itu tertulis jelas namanya. Fero Alvino, sosok lelaki yang paling
aku cintai kini sudah menyatu dengan tanah. Aku tidak akan bisa lagi merasakan
pelukan hangatnya, merasakan lembut suaranya saat memanggilku. Kenapa tuhan,
kenapa kau begitu cepat memanggil dia dari
sisiku? Kenapa bukan orang lain?
“Rani, mau sampai
kapan kau disini? Ayo kita pulang, sebentar lagi akan turun hujan” sebuah suara
memanggilku dengan nada lirih. Dia jessy, kakak-ku satu-satunya. Ia yang
membawaku ke makam fero. Ia juga yang memberitahukan kabar buruk ini padaku.
“Aku ingin
menemani Fero disini. Kau pulang saja duluan!” Jawabku singkat. Aku masih tetap
berdiam dimakam kekasihku, dimakam yang masih basah ini. fero, sebentar lagi
hujan akan turun. Apa kah kau tidak kedinginan berada dibawah sana? Air mataku
kembali menetes. Aku ingin tuhan mengabulkan doaku.
“Fero sudah tenang
dialamnya Ra, Ayo cepat kita pergi. Daniel sudah menunggu kita didalam mobil”
Ujarnya lagi, aku tetap tidak bergeming. Daniel adalah suami kakak-ku, semenjak
Jessy menikah dengannya hanya Fero yang aku punya. Ayah dan ibuku sudah lama
bercerai dan kini kami tidak tau dimana mereka berada. Sungguh menyedihkan
bukan?
“tidak, aku tidak
mau meninggalkan dia sendirian.
Bagaimana jika ia kedinginan jessy. Tidakkah didalam sangat menakutkan?”
Tuturku sendu, aku benar-benar belum siap kehilangan satu penopang hidupku.
Jessy ikut berlutut menjajari posisiku.
“Rania, tidakkah
kau kasihan jika Fero ikut sedih melihat kau yang terus-terusan seperti ini?
tuhan telah menyediakan tempat terindah untuknya. Seharusnya kau mengirimkan doa, bukan terus-terusan menangisi
kepergiannya!” Ujar Jessy, bahkan kini ia ikut menangis. aku terkulai lemah
dipelukannya. Benarkah Fero hanya akan sedih melihat aku seperti ini?
*
I hope you can hear me..
I remember it clearly..
Sudah hampir satu bulan dari
kepergian Fero, aku masih teringat dengan jelas sehari sebelum kepergiannya ia
masih menemaniku disini. Kamar ini menjadi satu saksi ketulusan cinta kami. Ia
memperlakukanku seperti akulah satu-satunya gadis didunia ini. namun kini Fero
pergi, ia benar-benar pergi untuk selamanya. Bukan hanya untuk sementara.
Dan kini bagaimana caranya aku bisa
menjalani kehidupanku, jika semua tempat yang sering aku kunjungi adalah tempat
dimana kami berdua? Bagaimana caranya
aku menghilangkan ingatanku tentang kenangan kami? Aku benar-benar belum sanggup. Aku menyentuh figura yang
terpampang rapih dikamarku, figura berisi foto kami berdua seminggu sebelum tragedi itu terjadi.
“Rani, berjanjilah kalau aku tidak berada
disampingmu lagi kau akan menjaga dirimu sendiri. Dan jangan biarkan
kepergianku membuat kau terpuruk. Apapun yang terjadi, kau harus ingat
perjalananmu masih terlalu panjang. Berbahagialah.” Aku ingat sekali saat kami menghabiskan malam untuk melihat bintang Fero berkata seperti
itu. Kata kata yang aku sendiri belum mengerti apa maksudnya saat itu. Jujur
aku sangat mengutuk kejadian yang menimpa Fero. Bagaimana tidak, kecelakaan itu
terjadi begitu cepat. Dan sialnya lelaki yang mobilnya bertabrakan dengan Fero
masih kritis.
“Rania, lusa kita
akan pindah. Ku harap kau bisa menerima keputusanku dengan Daniel” Ujar Jessy,
ia berjalan kearahku.
“kemana? Dan
mengapa kita harus pindah?” Tanyaku, Jessy mengusap kepalaku. Selain seorang
kakak, ia juga sudah kuanggap seperti sosok ibu. Ia sangat menyayangiku.
“ibu meminta kita
untuk tinggal bersamanya. Kemarin ia menelfonku, dan kebetulan Daniel juga
dipindah tugaskan dari pekerjaan lamanya” Jawab Jessy. Dia bilang ibu menyuruh
kita tinggal bersamanya? Bagaimana bisa Jessy menerima tawaran ibu? Sedangkan
kurang dari lima tahun ia menelantarkan kami?
“Ibu? Bagaimana
bisa kau menerimanya Jessy? Apa kau sudah tidak sanggup mengurusku? Apa aku
hanya menambah beban bagimu?” Tanyaku, air mataku kini mengalir lagi. Jessy
memelukku hangat. Kurasakan getaran dibibirnya juga menahan isak tangis. Jessy
dan Daniel juga sama sepertiku, merasa sangat kehilangan sosok Fero. Apalagi
yang ia tahu hanya Fero yang bisa meluluhkan kerasnya hati dan pendirianku.
“setelah
kehilangan fero bukankah kau membutuhkan sosok ibu? Jujur saja aku belum cukup
mengerti tentang segala keluh kesahmu sayang. bukan berarti kau terlalu menjadi
beban untukku. Namun, ku kira kau lebih membutuhkan sosok ibu. Lagipula aku dan
Daniel akan ikut denganmu. Kita bisa bersama dengan ibu lagi” Jawabnya, ia
masih memelukku dengan erat.
“aku tidak
mengerti kenapa ibu mau menawarkan diri, setelah sekian lama ia pergi entah
kemana. Ku kira ia sudah tidak perduli lagi dengan kita” Tandasku. Jessy
tersenyum simpul.
“bagaimanapun, ia
tetap ibu kandung kita. Dan kau tidak boleh bersikap seperti itu lagi.
Berjanjilah kau tidak akan terus seperti ini. aku hanya tidak mau kau terus
terpuruk dengan kepergian fero. Aku ingin kau kembali menjadi Rania Natasya
yang ceria seperti dulu.” Tutur Jessy. Aku mengangguk pelan, aku sendiri masih
tidak yakin apakah aku bisa kembali berdiri kokoh seperti saat ia masih
disisiku?
**
The day, you slipped away..
Was the day, I found it won’t be same..
“kau tau kan? Kalau aku sangat
mencintaimu.. Maka aku memohon dengan sangat padamu. Aku mohon teruslah berdiri
dengan tegak, berjalan ikuti arah. Terus nikmatilah kebahagiaanmu. Jangan
biarkan aku sedih melihatmu seperti itu Ranii.. Tolong bahagialah tanpaku
disisimu”
Aku tersentak,
keringat dingin kembali membasahi kening, dan juga tubuhku. Ini untuk kesekian
kalinya Fero mendatangi mimpiku, aku kembali mengambil sebuah album foto yang
kusimpan dibawah bantal. Album foto dimana kami
berdua mengabadikan segala hal yang kami lakukan berdua. Aku teringat setiap
harinya fero selalu bilang kalau ia mencintaiku. Aku sudah terbiasa mendengar
ucapan itu, dan kini aku harus sadar kalau hal itu tidak akan terulang lagi.
Air mataku kembali menetes, jika bisa aku ingin menyusul Fero. Bagaimana aku
akan bahagia jika aku terus mengingat banyaknya kenangan kami. Bantu aku berdiri seperti dulu lagi Fero. Aku mohon.
“Bagaimana? Apa
kau sudah menyiapkan barang-barangmu?” Tanya Daniel, pagi ini aku sudah mulai
untuk sarapan bersama. Apa kau tau Fero, melangkahkan kaki menuju meja makan
adalah hal tersulit yang aku rasakan. Setiap pagi, kau selalu menyediakan
sarapan untukku, Jessy dan juga Daniel. Kami memang sudah tinggal bersama, dan
sebenarnya seminggu yang lalu adalah hari dimana kami akan bertunangan. Bagaimana bisa acara it uterus dijalankan jika
kau sudah tiada Fero. Ku lihat bangku
disebelahku kini kosong, tidak ada lagi sosok Fero yang menggodaku saat
sarapan, tidak ada lagi ciuman hangat dikeningku saat ia ingin pergi bersama
Daniel menuju kantor. Kami sudah
seperti suami-istri bukan? Itulah hal yang membuatku sangat merasa kehilangannya.
“Ya, Daniel. Kau
tidak perlu khawatir, aku sudah packing semalam. Memangnya kapan kita akan
pindah kerumah ibu?” Tanyaku. Mungkin, alasan
lain kenapa Jessy mengiyakan permintaan ibu adalah kondisi mentalku.
Anak gadis yang sedang rapuh sepertiku memang sudah selayaknya tinggal bersama
ibu. Dan, suasana dijakarta membuatku sudah bosan. Mungkin dengan pindah dari
kota ini aku bisa menata kembali kehidupanku, semoga saja.
“sepertinya nanti
malam. Kita akan pindah, aku sudah mempersiapkan semuanya. Kau dan Jessy hanya
terima beres saja” Tutur Daniel, aku memaksakan sebuah senyum tipis. Jujur
saja, pindah membuatku berat namun memaksa tinggal disini juga membuatku tidak
bisa bertahan.
“Ranii, semoga
dengan kepindahan ini, kau bisa menata kembali kehidupanmu. Yang perlu kau tau,
kehilangan sosok penopang hidup bukan berarti kau juga harus terpuruk. Justru
itu sebuah ujian kesabaran untuk meninggkatkan kedewasaanmu.” Tutur Jessy, aku
mengangguk dan tersenyum penuh haru.
***
:) keren put. hehehe lanjutin lagi dong ceritanya. hehehe..
AntwoordVee uit