I didn’t get around..
To kiss you goodbye on the hand..
I wish that I could see you again..
I know that I can’t..
I hope you can hear me..
Cause I remember it clearly..
(
I miss you – Avril Lavigne)
Aku lagi-lagi menangis, menyesali
saat kepergian Fero aku tidak berada didekatnya. aku menyesali kebodohanku
untuk ikut pergi bersama teman lamaku. Aku menyesali kenapa aku tidak bisa
berada disisi Fero saat terakhir ia menghembuskan nafasnya. Andai saja aku bisa
bertemu dengannya lagi, aku hanya ingin bilang kalau aku sangat mencintainya.
Lebih dari apapun didunia ini. aku hanya ingin ia tau, kalau aku mencintainya
dengan sangat tulus. Dan kini jika kau bisa mendengarku Fero, aku ingin bilang
aku mencintaimu. Dan kini, aku beranikan diri untuk kembali melangkah, menatap
masa depanku yang dulu pernah kita rancang sama-sama. Menatap indahnya dunia
tanpamu, menyongsong hari-hari cerah juga tanpamu. Dan jika kau bisa dengar,
aku melakukan ini semua hanya demi kau. Demi cintaku padamu, Fero Alvino.
“Rania, apa kau
sudah siap?” Tanya jessy sambil mengetuk pintu kamarku. Aku memasukan sebuah
kotak berukuran sedang untuk menyimpan semua barang-barang yang pernah Fero
berikan. Bukannya aku belum bisa melupakannya, tentu saja aku tidak akan pernah
melupakannya. Hanya saja, aku tidak ingin membuang barang yang pernah menjadi
saksi bisu cinta kami berdua.
“tentu, aku sudah
siap” Tuturku, aku membawa tiga buah koper besar dan satu koper mini. Memang,
barang-barangku sangat banyak sekali. Dan karena aku akan terus tinggal disana
maka aku memutuskan untuk membawanya.
“Ayo, Daniel sudah
menunggu kita di mobilnya.” Ujar Jessy. Rumah ibu terletak dikota Bandung. Yah,
memang tidak terlalu jauh dengan Jakarta. Tapi menurutku suasana bandung bisa
membantuku untuk menata kembali semuanya dari awal.
“apa semua
barang-barangmu tidak ada yang tertinggal?” Tanya Daniel setibanya kami
dibawah.
“Sepertinya tidak
ada, semua barang-barangku sudah aku bawa.” Jawabku sambil memasuki
barang-barang kedalam bagasi. Dan setelah semua siap Daniel mengendarai
mobilnya dengan baik. Aku duduk dibelakang, sementara Jessy menemani Daniel di
depan. Aku terus menatap ponselku. Kembali membaca pesan singkat yang Fero
kirim sebelum ia meninggal. Kata-kata yang manis dan sangat membuatku melayang
itu hanya sebuah kenangan. Dan kini, aku tidak akan mendapatkan pesan darinya lagi. Tidak akan pernah.
Perjalanan yang cukup panjang
akhirnya selesai sudah, Daniel memarkirkan mobilnya digarasi rumah yang cukup
mewah. Rumah yang dicat soft cream, dan juga halaman depan yang dipenuhi oleh
banyak tanaman hias. Sungguh rumah yang nyaman. Aku dan Jessy berjalan kearah
pintu utama. Jessy menekan bel beberapa kali, dan kini seorang wanita paruh
baya keluar dengan gayanya yang anggun. Benarkah itu sosok ibu? Ibu yang sudah
lama tidak kulihat.
“Jessy, Raniia,
kalian akhirnya sampai juga! Ibu sudah menunggu lama” Tutur ibu, ia memeluk
kami bergantian. Tak lama sosok Daniel yang baru saja menghampiri kami juga
dipeluknya. Jujur saja, aku merasa rishi saat pertama kali dipeluk oleh ibu.
Entah karena aku terlalu lama diabaikan olehnya atau memang begini rasanya
dipeluk oleh ibu kandungku?
“yah, jalanan
cukup macet mala mini bu. Dimana ayah?” Tanya Jessy, apa yang ia maksud adalah
ayah baru kami? Tanyaku dalam hati.
“oh iya, ayo kita
masuk. Biarkan bik ijah yang menurunkan barang-barang kalian.” Jawab Ibu, aku
mengekori mereka. Dan kini aku melihat seorang lelaki yang tampak lebih tua
dari ibu sedang bermain dengan gadis kecil, sepertinya ia akan menjadi adikku.
“yah, kenalkan.
Ini anak-anakku, mereka akan tinggal bersama kita. Kau tidak keberatan bukan?”
Tanya ibu, pria itu berdiri dihadapan kami sambil menggendong anak kecil itu.
Ia tersenyum dan menyalami kami satu persatu.
“tentu saja tidak,
bu. Dengan adanya mereka Melly tidak akan kesepian lagi bukan” Jawabnya sambil
tersenyum.
“nah, sebaiknya
kalian langsung beristirahat. Ibu tau, kalian pasti sangat lelah” Suruhnya,
kami mengangguk. Daniel dan Jessy diantar oleh bik ijah menuju kamarnya.
Sementara ibu mengantarku sampai kekamar.
“Ranii, Ibu sudah
dengar berita kematian kekasihmu. Ibu turut berduka cita syg. Maaf jika ibu
tidak berada disisimu saat itu” Ujar Ibu prihatin. Aku mengulum senyum miris.
“tidak apa-apa bu,
itu semua sudah terlampau jauh. Dan aku pindah kesini hanya untuk menata
kembali kehidupanku yang sudah hancur. Aku harap kau mau membantuku” Jawabku.
“tentu saja
sayang, kapanpun kau membutuhkanku kau bisa memanggilku. Sekarang lebih baik
kau tidur” Ujarnya sambil mencium puncak kepalaku. Aku mengangguk.
“sweet dream,
sweety” Tukasnya.
~
I’ve had my weak up Won’t you wake up..
I keep asking why And I can’t take it..
It wasn’t fake it It happened you passed
by..
Now your gone Now your gone..
There you go There you go..
Somewhere I can’t bring you back..
“Mengapa kau mau memilihku untuk menjadi
kekasihmu?” Tanya Fero, ia menatapku hangat. Aku membalas tatapannya.
“karena hanya kau yang bisa meluluhkan
hatiku, hanya kau lelaki yang tulus mencintaiku, dan hanya kau pula yang mau
menerima kehancuran keluargaku.” Jawabku sambil tersenyum manis.
“ku kira kau mau menerimaku karena kau
mencintaiku” Tandasnya, ia tersenyum masam.
“semua hal itu membuatku jatuh cinta
padamu, bukankah kau sudah tau kalau aku mencintaimu” Balasku, kini Fero
merubah posisinya menjadi duduk. Aku pun ikut dan menyandarkan kepalaku tepat
dibahunya.
“aku sangat mencintaimu Rania Natasya.
Sangat!” Ujarnya.
“aku pun begitu, dan entahlah mungkin jika
kau tidak ada disini hidupku tidak akan pernah berjalan dengan indah” Kataku,
Fero mendaratkan ciuman mesra pada bibirku. Namun detik itu juga sosok Fero
menghilang. Ku lihat ia kini sudah berada diujung jalan, semakin lama semakin
menghilang..
“FEROOO!!!” Aku
terbangun kembali dari tidurku, mimpi itu lagi. Kenapa Fero? Kenapa kau masih
setia mendatangi mimpiku? Kenapa kau tidak membiarkanku untuk menjalani
kehidupan baru. Mimpi tentangmu hanya membuatku semakin tidak berdaya. Air
mataku kembali menetes. Aku benci disaat seperti ini.
“Ranii, kau
baik-baik saja?” sosok ibu kini muncul dibalik pintu dan mendekatiku.
“tidak, hanya
mimpi buruk saja bu” Jawabku, ibu mengambilkan ku segelas air mineral dan
memelukku.
“kau bermimpi
tentang dia lagi?” Tanya Ibu, aku
mengangguk kecil.
“lebih baik kau
teruskan tidurmu. Besok kau akan ibu ajak mengantar melly kesekolahnya.” Ujar
Ibu, ia menyelimutkan aku lagi. Namun sebelum ibu pergi aku menahan tangannya.
“ada apa sayang?”
Tanya Ibu.
“maukah ibu
menemaniku tidur untuk malam ini?” Tanyaku kembali.
“baiklah, jika itu
bisa membuatmu lebih tenang, anakku” Jawabnya. Aku tersenyum.
Tidur bersama Ibu semalam membuatku
cukup tenang. Setidaknya mimpi itu tidak datang lagi. Aku benar-benar
berterimakasih ibu mau menemaniku semalam. Yah, pagi ini aku pergi kehalaman
belakang. Membawa kotak yang berisi tentang kenangan ku bersama fero. Aku sudah
meminjam sebuah sendok semen untuk menggali tanah dibelakang. Dan saat aku
mengira itu sudah cukup dalam, saatnya aku meletakan itu semua. Maaf Fero,
sepertinya memang harus aku lakukan. Aku tidak ingin kau selalu hidup dalam
bayang-bayangku. Kau sendiri yang menyuruhku untuk tetap menata hidupku. Dan
kini aku berusaha bangkit dari keterpurukan itu. Semoga kali ini aku tidak menemukan
kesulitan.
“Rani, apa yang
kau lakukan? Ibu memanggilmu” Suara Melly terdengar dari arah belakang, kini ia
sudah siap dengan seragam sekolah dasarnya. Aku tersenyum dan menghampiri anak
itu.
“aku tidak
melakukan apapun Melly” Jawabku, setelah membersihkan tangan dan mengembalikan
sendok semen itu aku mengajak Melly kemeja makan.
“lalu apa yang kau
lakukan dengan benda tadi?” Tanyanya lagi.
“mengubur sesuatu
yang sudah tidak terpakai. Nah, sekarang ayo cepat kita sarapan” Jawabku.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking