Sondag 31 Maart 2013

Sepasang Mata #1

               Aku membuka kembali kotak-kotak besar yang sudah lama kusimpan di dalam lemari, kotak ini cukup lama aku abaikan. Yah dikotak ini lah aku menaruh semua barang barang pemberiannya dahulu. Tak ada yang tertinggal dari semua barang yang pernah ia berikan. Semua tertata rapih dikotak-kotak itu, semua barang yang –menurutku- masih sangat berharga. Bahkan sahabat ku pun menyuruh ku untuk membuang barang itu, yah mungkin maksud mereka baik. Entah mengapa aku selalu saja menangis saat membuka kotak ini.
Disetiap benda itu tak lupa aku tempelkan secarik kertas yang bertuliskan tanggal ia memberikanku benda itu, bahkan saat ia memberikan ku bunga bunga -yang aku biarkan saja sampai bunga itu layu- itu pun aku simpan dikotak ini serta tanggal pemberiannya. Mungkin aku memang seorang wanita yang jahat, wanita yang bodoh karena menyia nyiakan orang yang sangat sayang sekali padaku. Aku akui umur kami memang berbeda tiga tahun, aku menganggapnya dulu hanya bermain main dengan ku.
Dan kini saat aku sadar aku mencintainya, ia sudah pergi dan mungkin sudah terlalu telat aku meminta maaf padanya. Seandainya aku bisa mengulang itu semua aku akan berjanji untuk mencintaimu dengan benar~

~
 
“hoams” Aku membuka mataku, sinar matahari yang mulai masuk kecelah celah jendela kamar sangat mengganggu tidurku. Aku mengerjap ngerjapkan mataku, rasanya sulit sekali untuk membuka kedua mataku, yah mungkin karna semalam aku terlambat untuk tidur. Aku mengubah posisi ku menjadi duduk ditepi kasur, kulihat kotak kotak itu masih berada dibawah tempat tidurku semalam memang aku lupa membereskan barang barang itu, aku terlalu lelah menangisi kepergiannya.
“Mitaaa, kamu sudah bangun nak?” Suara bundaku sudah terdengar dari luar pintu, yah aku ada mata kuliah pagi ini.
“udaah bun, mita lagi siap siap kok!” dustaku, kalau saja bundaku tau pasti ia akan masuk kamarku dan menyeramahiku seada adanya.
“yaudah cepetan ya, Rena nunggu kamu tuh didepan sama Rama. Kasian mereka kelamaan nunggu kamunya” ucap bunda lagi, aku hanya membalas dengan ucapan iya.
Setelah bersiap-siap aku memutuskan turun dari kamar, kulihat Rena dan Rama sedang bersenda gurau diruang tamu, sesekali Rama mengusap lembut rambut sahabatku.
“hey Re, Ram, sory ya lama! Gue kesiangan nih” Ucapku sambil duduk disebelah mereka.
“yah, no problem Mit. Btw berangkat sekarang aja yuk. Nanti telat lagi masuk kelasnya” Jawab Rena, dan disusul anggukan kekasihnya.
“yuk!” Sambungku lagi, Serena Swift atau biasa ku panggil Rere ini temanku sejak kelas 3 sma. Rumah kami berdekatan dan tentu itu membuat kami sering bermain bersama yah atau sekedar berkunjung kerumah masing masing, dan akhirnya kami memutuskan untuk masuk disalah satu universitas negeri dijakarta. Sedangkan Ramadhani Widjaya atau Rama adalah kekasih Rere, kami berkenalan saat Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus, dan ternyata kami pun dipertemukan lagi dikelas. Katanya sih dari awal Rere kenal Rama mereka udah saling jatuh cinta. Yah selama Rama gak nyakitin sahabat ku sih, aku akan terus mendukung hubungan mereka.
“heh Mit, kok lo bengong?” Tanya Rama, aku melihat sekelilingku Rere dan Rama hendak turun dari mobil. Aku hanya nyengir kuda melihat Rere yang menyeringai jail kearahku. Kami berjalan dikoridor koridor dikampus, banyak sekali orang yang memperhatikan penampilanku. Mungkin mereka suka menggunjing penampilanku yang tomboy dan jauh dari kata feminim, ingatan ku kembali memutar memory saat aku masih bersamanya kami berjalan dikoridor kelas dan mereka menghujat kami dengan berkata kalo kami tidak normal. Sedih? Tentu, siapa yang senang kalo dijadikan bahan ejekan. Tapi dia selalu saja membiarkan aku untuk tetap berada disisinya. Yah itu hal yang paling aku rindukan saat ini. Aku memang bodoh! Sangat bodoh, seorang yang benar benar tulus seperti dia aku biarkan pergi dengan caraku sendiri. Ya tuhan, aku merindukannya.
“Mit.. Mita.. ssst!” panggil Rere yang duduk disebelahku, aku menoleh kearahnya penuh tanda tanya.
“Mita, jelaskan apa pengertian rule of low menurut dicey yang tadi saya jelaskan!” Ujar pak Andre, dia adalah dosen yang cukup baik, tapi akan menjadi killer jika ada orang yang tidak memperhatikannya.
“mengandung tiga unsur, yaitu hak asasi manusia yang dilindungi undang-undang, persamaan kedudukan di mata hukum dan supremasi aturan-aturan hukum.” Jawabku, untung saja aku sudah mempelajari hal ini. Selamat!
“lain kali saya tidak mau melihat ada yang melamun lagi dikelas ini. Saya rasa cukup materi yang saya bahas, permisi!” Ucap pak andre lagi, ia keluar dari kelas ini. Aku memasukan kertas kertas file ku, sementara Rere sibuk memperhatikan raut wajahku.
“kenapa sih Re ngeliatin muka gue sampe kayak gitu? Gue ganteng ya?” Candaku, tapi Rere tetap pada wajah datarnya .
“lo mikirin apa sih Mit? Tadi sepanjang jalan kekampus dan dikoridor lo juga bengong terus, diajak ngomong gak nyaut nyaut sampe akhirnya lo ditegor sama pak andre! Sebenernya lo kenapa sih Mit?” Tanya Rere padaku, nadanya sangat sangat serius. Aku hanya menjawab pertanyaannya dengan segaris senyum, yah senyum pedih.
 
~
Aku kembali membuka kotak itu, yah kali ini yang aku buka adalah sebucket mawar putih yang ia berikan padaku dihari jadi kami yang ke enam bulan. Dan surat itu pun masih ada, ucapan ucapan nya yang menyentuh berhasil membuat ku kembali meneteskan air mata itu. Entah sampai kapan aku akan terus begini, menyesali perbuatanku tiga tahun yang lalu.
Kriiik..kriiik..
“Mitaaaaa.. lo tuh ya gue telfonin gak diangkat angkat! Sebel deh ahh gue, bikin badmood aja!” Ucap Rere yang langsung masuk kekamar ku tanpa mengetuk pintu dan tanpa permisi, begitulah sifat jeleknya kalau sedang badmood.
“iya iya maaf, tadi gue sibuk beresin kotak ini nih!” Jawabku lalu mengusap air mataku .
“Mimit nangis ya? Ini kotak apa? Coba gue liat!” tanpa menunggu jawaban dariku Rere langsung mengambil alih kotak kotak besar dihadapanku. Ia melihat satu persatu barang yang ada dikotak itu. Rere hanya bisa menatapku penuh tanya, dan kurasa aku belum bisa memberikan jawaban yang Rere minta malam ini, hatiku sudah terlalu sesak dengan ingatan ingatan ku tentang dia. Kurasa Rere mengerti, ia memelukku, seolah akan menenangkan perasaanku yang sedang bergejolak menahan rasa rindu dan rasa penyesalan terhadap nya.
“kalo mau nangis, nangis aja! Jangan sungkan, gimanapun gue sahabat lo gak rela liat lo tertekan kayak gini” Ucapan Rere membuatku terharu, dulu dia juga sering mengatakan hal yang sama kalau aku sedang punya masalah.
“Mit, pinjem hp dong mau sms Rama. Bilang kalo kita gak jadi jalan.”
“loh kenapa emang?” tanyaku, aku menatap Rere heran. Biasanya ia gak akan pernah mau kalo acaranya dibatalkan.
“simple, gue mau nemenin sahabat gue yang lagi galau. Haha” ledeknya, aku menyernyitkan dahiku.
“maksud lo siapa yang galau? Gue? Sok tau!”
“halah Mit Mit, lo nanhttp://gunadarma.ac.idgis juga udah nunjukin kok kerapuhan hati lo! Jadi tuh cowok siapa?”
“he was my first love, dia orang yang pernah gue sia siakan dulu. Yah, dan sekarang gue baru bener bener nyesel”
“sejak kapan lo pacaran sama dia?”
“dua ribu sembilan lalu, dibulan january tepat ulang tahun gue yang ke 16. Haha bodoh ya gue baru sadar itu semua akhir akhir tahun kemarin.”
“dia dimana sekarang Mit?”
“entahlah, mungkin udah bahagia sama pacar barunya. atau mungkin udah kuliah di london, impiannya dulu!”
“cup..cup.. lo tenang aja ya mit, gue yakin kalo emang kalian jodoh pasti ditemuin lagi. Eh manaa hp lo? Ntar si Rama kerumah gue lagi-_- ”
“kalo emang mau jalan gapapa kok Re!”
“enggak ah, gue mau disini aja! Lagian besok kan libur kuliah tuh, si Rama bisa ngapelin gue dari pagi sampe malem.”
“huh, tau dehh yang punya pacar jadi diapelin terus”
“makanya Mit cari pacar, jangan galau mulu. Haha” ledek Rere, dan berakhir dengan perang bantal dikamarku.
 
~~

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking