Maandag 21 Oktober 2013

I Knew I Loved You -Chapter2-

I didn’t get around..
To kiss you goodbye on the hand..
I wish that I could see you again..
I know that I can’t..
I hope you can hear me..
Cause I remember it clearly..
( I miss you – Avril Lavigne)

            Aku lagi-lagi menangis, menyesali saat kepergian Fero aku tidak berada didekatnya. aku menyesali kebodohanku untuk ikut pergi bersama teman lamaku. Aku menyesali kenapa aku tidak bisa berada disisi Fero saat terakhir ia menghembuskan nafasnya. Andai saja aku bisa bertemu dengannya lagi, aku hanya ingin bilang kalau aku sangat mencintainya. Lebih dari apapun didunia ini. aku hanya ingin ia tau, kalau aku mencintainya dengan sangat tulus. Dan kini jika kau bisa mendengarku Fero, aku ingin bilang aku mencintaimu. Dan kini, aku beranikan diri untuk kembali melangkah, menatap masa depanku yang dulu pernah kita rancang sama-sama. Menatap indahnya dunia tanpamu, menyongsong hari-hari cerah juga tanpamu. Dan jika kau bisa dengar, aku melakukan ini semua hanya demi kau. Demi cintaku padamu, Fero Alvino.
“Rania, apa kau sudah siap?” Tanya jessy sambil mengetuk pintu kamarku. Aku memasukan sebuah kotak berukuran sedang untuk menyimpan semua barang-barang yang pernah Fero berikan. Bukannya aku belum bisa melupakannya, tentu saja aku tidak akan pernah melupakannya. Hanya saja, aku tidak ingin membuang barang yang pernah menjadi saksi bisu cinta kami berdua.
“tentu, aku sudah siap” Tuturku, aku membawa tiga buah koper besar dan satu koper mini. Memang, barang-barangku sangat banyak sekali. Dan karena aku akan terus tinggal disana maka aku memutuskan untuk membawanya.
“Ayo, Daniel sudah menunggu kita di mobilnya.” Ujar Jessy. Rumah ibu terletak dikota Bandung. Yah, memang tidak terlalu jauh dengan Jakarta. Tapi menurutku suasana bandung bisa membantuku untuk menata kembali semuanya dari awal.
“apa semua barang-barangmu tidak ada yang tertinggal?” Tanya Daniel setibanya kami dibawah.
“Sepertinya tidak ada, semua barang-barangku sudah aku bawa.” Jawabku sambil memasuki barang-barang kedalam bagasi. Dan setelah semua siap Daniel mengendarai mobilnya dengan baik. Aku duduk dibelakang, sementara Jessy menemani Daniel di depan. Aku terus menatap ponselku. Kembali membaca pesan singkat yang Fero kirim sebelum ia meninggal. Kata-kata yang manis dan sangat membuatku melayang itu hanya sebuah kenangan. Dan kini, aku tidak akan mendapatkan pesan darinya lagi. Tidak akan pernah.
            Perjalanan yang cukup panjang akhirnya selesai sudah, Daniel memarkirkan mobilnya digarasi rumah yang cukup mewah. Rumah yang dicat soft cream, dan juga halaman depan yang dipenuhi oleh banyak tanaman hias. Sungguh rumah yang nyaman. Aku dan Jessy berjalan kearah pintu utama. Jessy menekan bel beberapa kali, dan kini seorang wanita paruh baya keluar dengan gayanya yang anggun. Benarkah itu sosok ibu? Ibu yang sudah lama tidak kulihat.
“Jessy, Raniia, kalian akhirnya sampai juga! Ibu sudah menunggu lama” Tutur ibu, ia memeluk kami bergantian. Tak lama sosok Daniel yang baru saja menghampiri kami juga dipeluknya. Jujur saja, aku merasa rishi saat pertama kali dipeluk oleh ibu. Entah karena aku terlalu lama diabaikan olehnya atau memang begini rasanya dipeluk oleh ibu kandungku?
“yah, jalanan cukup macet mala mini bu. Dimana ayah?” Tanya Jessy, apa yang ia maksud adalah ayah baru kami? Tanyaku dalam hati.
“oh iya, ayo kita masuk. Biarkan bik ijah yang menurunkan barang-barang kalian.” Jawab Ibu, aku mengekori mereka. Dan kini aku melihat seorang lelaki yang tampak lebih tua dari ibu sedang bermain dengan gadis kecil, sepertinya ia akan menjadi adikku.
“yah, kenalkan. Ini anak-anakku, mereka akan tinggal bersama kita. Kau tidak keberatan bukan?” Tanya ibu, pria itu berdiri dihadapan kami sambil menggendong anak kecil itu. Ia tersenyum dan menyalami kami satu persatu.
“tentu saja tidak, bu. Dengan adanya mereka Melly tidak akan kesepian lagi bukan” Jawabnya sambil tersenyum.
“nah, sebaiknya kalian langsung beristirahat. Ibu tau, kalian pasti sangat lelah” Suruhnya, kami mengangguk. Daniel dan Jessy diantar oleh bik ijah menuju kamarnya. Sementara ibu mengantarku sampai kekamar.
“Ranii, Ibu sudah dengar berita kematian kekasihmu. Ibu turut berduka cita syg. Maaf jika ibu tidak berada disisimu saat itu” Ujar Ibu prihatin. Aku mengulum senyum miris.
“tidak apa-apa bu, itu semua sudah terlampau jauh. Dan aku pindah kesini hanya untuk menata kembali kehidupanku yang sudah hancur. Aku harap kau mau membantuku” Jawabku.
“tentu saja sayang, kapanpun kau membutuhkanku kau bisa memanggilku. Sekarang lebih baik kau tidur” Ujarnya sambil mencium puncak kepalaku. Aku mengangguk.
“sweet dream, sweety” Tukasnya.

~
I’ve had my weak up Won’t you wake up..
I keep asking why And I can’t take it..
It wasn’t fake it It happened you passed by..
Now your gone Now your gone..
There you go There you go..
Somewhere I can’t bring you back..

“Mengapa kau mau memilihku untuk menjadi kekasihmu?” Tanya Fero, ia menatapku hangat. Aku membalas tatapannya.
“karena hanya kau yang bisa meluluhkan hatiku, hanya kau lelaki yang tulus mencintaiku, dan hanya kau pula yang mau menerima kehancuran keluargaku.” Jawabku sambil tersenyum manis.
“ku kira kau mau menerimaku karena kau mencintaiku” Tandasnya, ia tersenyum masam.
“semua hal itu membuatku jatuh cinta padamu, bukankah kau sudah tau kalau aku mencintaimu” Balasku, kini Fero merubah posisinya menjadi duduk. Aku pun ikut dan menyandarkan kepalaku tepat dibahunya.
“aku sangat mencintaimu Rania Natasya. Sangat!” Ujarnya.
“aku pun begitu, dan entahlah mungkin jika kau tidak ada disini hidupku tidak akan pernah berjalan dengan indah” Kataku, Fero mendaratkan ciuman mesra pada bibirku. Namun detik itu juga sosok Fero menghilang. Ku lihat ia kini sudah berada diujung jalan, semakin lama semakin menghilang..
“FEROOO!!!” Aku terbangun kembali dari tidurku, mimpi itu lagi. Kenapa Fero? Kenapa kau masih setia mendatangi mimpiku? Kenapa kau tidak membiarkanku untuk menjalani kehidupan baru. Mimpi tentangmu hanya membuatku semakin tidak berdaya. Air mataku kembali menetes. Aku benci disaat seperti ini.
“Ranii, kau baik-baik saja?” sosok ibu kini muncul dibalik pintu dan mendekatiku.
“tidak, hanya mimpi buruk saja bu” Jawabku, ibu mengambilkan ku segelas air mineral dan memelukku.
“kau bermimpi tentang dia lagi?” Tanya Ibu, aku mengangguk kecil.
“lebih baik kau teruskan tidurmu. Besok kau akan ibu ajak mengantar melly kesekolahnya.” Ujar Ibu, ia menyelimutkan aku lagi. Namun sebelum ibu pergi aku menahan tangannya.
“ada apa sayang?” Tanya Ibu.
“maukah ibu menemaniku tidur untuk malam ini?” Tanyaku kembali.
“baiklah, jika itu bisa membuatmu lebih tenang, anakku” Jawabnya. Aku tersenyum.

            Tidur bersama Ibu semalam membuatku cukup tenang. Setidaknya mimpi itu tidak datang lagi. Aku benar-benar berterimakasih ibu mau menemaniku semalam. Yah, pagi ini aku pergi kehalaman belakang. Membawa kotak yang berisi tentang kenangan ku bersama fero. Aku sudah meminjam sebuah sendok semen untuk menggali tanah dibelakang. Dan saat aku mengira itu sudah cukup dalam, saatnya aku meletakan itu semua. Maaf Fero, sepertinya memang harus aku lakukan. Aku tidak ingin kau selalu hidup dalam bayang-bayangku. Kau sendiri yang menyuruhku untuk tetap menata hidupku. Dan kini aku berusaha bangkit dari keterpurukan itu. Semoga kali ini aku tidak menemukan kesulitan.
“Rani, apa yang kau lakukan? Ibu memanggilmu” Suara Melly terdengar dari arah belakang, kini ia sudah siap dengan seragam sekolah dasarnya. Aku tersenyum dan menghampiri anak itu.
“aku tidak melakukan apapun Melly” Jawabku, setelah membersihkan tangan dan mengembalikan sendok semen itu aku mengajak Melly kemeja makan.
“lalu apa yang kau lakukan dengan benda tadi?” Tanyanya lagi.
“mengubur sesuatu yang sudah tidak terpakai. Nah, sekarang ayo cepat kita sarapan” Jawabku.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking