Sondag 27 Oktober 2013

I Knew I Loved You -Chapter3-

I always needed time on my own..
I never thought I’d need there when I cry..
When you walk away I count the steps that you take..
Do you see how much I need you right now?
( When Your Gone – Avril Lavigne)
***
            Sudah lewat dari setengah tahun aku, Jessy dan Daniel tinggal dirumah Ibu. Sosok ayah baru dalam keluarga ini lebih baik dan lebih bertanggung jawab. Ia menerima aku dan juga Jessy sebagai anaknya sendiri. Bahkan dengan adanya Melly aku jadi lebih bersemangat. Aku tidak melupakan fero sepenuhnya, hanya saja sedikit tidak memikirkannya. Seperti halnya saat kami belum bertemu.
“Ibu? Kau mau kemana? Kenapa rapih sekali?” Tanyaku, kulihat ibu sudah berdandan rapih bersama ayah disebelahnya.
“ibu dan ayah mau menjemput keponakan ayahmu. Dia baru saja sembuh dari komanya dan ingin tinggal disini” Jawab Ibu. Aku meletakan majalah yang sedang kubaca.
“oh ya? Siapa dia?” Tanyaku.
“nanti juga kau akan tau, syg. Kalau begitu ayah dan ibu pamit dulu. Nanti kau jangan lupa menjemput Melly ya” Ucap Ayah, aku mengangguk. Kini ayah memfasilitasi aku sebuah mobil, Honda jazz berwarna pink metalik. Itu karena aku bertugas mengantar jemput Melly, sementara Jessy dan Daniel sedang mengurus beberapa keperluan dijakarta. Dan tinggallah aku sendiri. Aku bersyukur, kepindahanku kesini membuatku bisa menata kembali hidupku. Yah, seperti yang Jessy bilang, kehilangan sosok penopang hidup bukan akhir dari segalanya. Kini aku cukup mengingat nama Fero, mungkin mengukirnya didalam hati saja. Dan semoga saja kau berbahagia disana. Jam sudah menunjukan pukul sebelas siang, dan seperti biasa aku harus sudah bersiap untuk menjemput Melly disekolahnya. Anak kecil itu juga mengambil banyak andil dalam perubahan sikapku. Setiap aku merasa sedih, ia selalu mengajakku bermain. Melly pun mempunyai paras cantik, sebenarnya ia lebih mirip denganku dan jessy. Karena pada dasarnya melly mirip sekali dengan ibu. Mempunyai rambut ikal berwarna coklat gelap, dan mata yang sama. Aku sendiri yang mempunyai mata berwarna coklat lebih sering memakai softlens berwarna biru.
            Baru sekitar lima belas menit aku sampai disekolah Melly, anak itu sudah berlari sambil melambaikan tangan kearahku.
“Kak Raniiiii, aku kira kau tidak akan menjemputku” Ujar si kecil, aku berlutut agar terlihat sejajar dengan anak ini.
“lalu kalau aku tidak menjemputmu, siapa yang akan menjemputmu? Memangnya kau berani jika pulang sendiri?” Sindirku, anak ini tertawa kecil.
“apakah kak Ditya sudah datang, Rani?” Tanya Melly lagi, Ditya? Siapa dia?
“Aku tidak mengenal Ditya, siapa dia?” Tanyaku kembali, kini aku sedang menggendong melly menaiki mobil.
“dia sepupu kita, Raniiii. Orangnya tampan dan baik sekali. Dia sering membelikan aku ice cream” Jawab Melly.
“mana yang lebih baik? Aku atau Ditya?” Tanyaku menggoda.
“kalian sama baiknya. Siapa tau kalian berjodoh” ucapnya senang, anak ini sudah seperti orang dewasa saja.
            Sebelum pulang Melly memintaku untuk berhenti di pinggir jalan. Ia memintaku membelikannya ice cream dan juga beberapa kue untuk ia makan nanti sesampainya dirumah. Jujur saja aku merasa penasaran dengan sosok Ditya.
            Sesampainya dirumah ternyata ibu dan juga ayah belum pulang, rasa kecewa sedikit ada dalam hatiku. Ditambah kini Melly malah sibuk bermain dengan bik ijah. Baiklah, mungkin lebih baik aku tidur siang saja. Jessy mengabari ia baru akan pulang seminggu lagi. Tidak ada Jessy membuatku sedikit kesepian. Kakakku yang satu itu memang sering menyebalkan, tapi tak jarang aku merindukannya saat ia pergi.
~~
            Jam makan malam sudah tiba, ibu dan ayah pun sepertinya sudah pulang. Tapi karena terlalu lelah maka aku putuskan untuk tidur sampai bik ijah mengetuk pintu untuk menyuruhku makan malam. Aku mengangguk dan meminta sedikit waktu untuk mandi dan bersiap-siap.
Selesai mandi dan berganti pakaian aku segera turun, ada ayah, ibu dan juga Melly. Dimana sosok Ditya? Bukankah seharusnya ia ada disini, makan malam bersama kami?
“Rani, kenapa kau terdiam disitu? Kemarilah sayang” Ujar Ibu, aku mengangguk.
“bukankah ayah dan ibu bilang akan menjemput seseorang? Dimana dia bu?” Tanyaku, ibu mengulum senyum.
“Kak Rani sudah tidak tahan mau berkenalan dengan Kak Ditya ya?” Goda Melly, aku tersipu malu.
“Ditya sepertinya masih beristirahat, maklum saja. Semenjak kecelakaan ia menjadi pemurung. Ditambah orang yang bertabrakan dengannya malah meninggal” Jawab Ibu. Jadi Ditya juga korban kecelakaan?
“mungkin besok kau akan berkenalan dengannya Rani. Sekarang nikmatilah makan malammu” Tutur Ayah, aku mengangguk.
            Selesai Makan malam aku naik kembali kekamarku. Ku lihat seseorang sedang duduk dibalkon lantai atas. Apakah dia yang bernama Ditya? Dengan menggenggam gelas berisi air mineral aku menghampirinya.
“hey” Sapaku, lelaki itu menoleh kearahku. Untuk beberapa saat aku terpaku. Melihat lelaki itu memandangku, kenapa tatapan matanya begitu mirip dengan fero? Kenapa raut wajah dan juga senyumannya mirip dengan fero?
“Hey juga” Balasnya sambil tersenyum. Ya tuhan, senyuman dan mata itu benar-benar mirip dengan Fero.
“ka..kau yang bernama Ditya?” Tanyaku memberanikan diri. Kini hatiku serasa mencelos, aku merasa mata itu benar-benar milik Fero.
“ya, kau pasti Rania anak tante Tiwi? Benarkan?” Tanyanya. Dan aku bersumpah, caranya berbicara pun sangat mirip dengan Fero.
“ya.. kau benar. Aku Rania, Rania Natasya” Jawabku sambil mengulurkan tangan.
“Ditya Nuraga, kau bisa memanggilku Ditya. Senang berkenalan denganmu” Balasnya. Aku tersenyum.
- Ditya’s POV-
            Melihat gadis ini, kenapa hatiku begitu bergetar. Tidak pernah kurasakan getaran yang benar-benar hebat seperti ini. apa ini karena hati yang aku gunakan bukanlah hatiku? Saat aku kecelakaan beberapa bulan yang lalu aku mendapatkan kerusakan di bagian mata dan juga hati. Semua rusak. Dan ternyata yang menabrakku meninggal setelah beberapa hari dirawat. Pihak keluarganya memberi izin untuk mendonorkan kornea mata dan juga hatinya. Itu sebagai rasa penyesalan. Apalagi saat gadis didepanku ini menyebutkan namanya, kenapa hati ini merasa terenyuh sekali? Apa yang terjadi sebenarnya?
“Ditya? Kenapa kau melamun seperti itu?” Tanya Rani, aku menggeleng cepat.
“tidak apa-apa. Hanya saja melihatmu membuatku sedikit—ah lupakan” Ujarku.
“sebaiknya kau beristirahat. Ibuku bilang kau baru saja sembuh kan? Udara malam juga tidak begitu baik untuk tubuh.” Nasihatnya, aku mengangguk dan meninggalkannya yang juga mau masuk kamar.
-back to Rania’s POV-
            Benar saja, sosoknya semakin mirip dengan Fero. Kenapa disaat aku sudah sedikit melupakan bagaimana sakitnya kehilangan sosok yang begitu mirip dengan Fero hadir disini. Tepat dikehidupanku. Apakah ini rencanamu tuhan? Aku kembali mengingat dimana Fero dengan beraninya mengajakku berteman, padahal sebelumnya kami tidak saling mengenal. Ia selalu membuatku merasa sebal dengan tingkahnya. Bahkan dulu aku selalu berfikir aku tidak akan pernah membutuhkannya. Tapi kenyataannya kini aku benar-benar membutuhkannya. Bukan hanya untuk berbagi kesedihan, tetapi juga berbagi kebahagiaan. Dan kini aku kembali terpuruk, usaha ku untuk bangkit beberapa bulan terakhir kandas hanya karena hadirnya sosok lelaki yang benar-benar membuatku teringat kembali pada Fero.
            Aku benar-benar terpuruk kembali, mengingat kembali kenangan dimana aku selalu butuh waktu sendirian. Aku selalu bertingkah seolah aku orang yang paling kesepian, dan saat itu pula Fero hadir menawarkan sejuta warna kebahagiaan, awalnya aku mengira ia hanya akan mempermainkanku, menyakitiku, dan sama sekali tidak serius denganku. Tapi? Berkali-kali aku menolak, ia tetap bertahan. Bertahan sampai tiang pendirianku hancur tidak tersisa. Dan kini aku kembali terhempas saat mengetahui kenyataan kalau fero kekasih yang paling aku cintai kini hanya tinggal nama. Fero, apa kau tau aku membutuhkanmu sekarang.

~~~

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking