Woensdag 19 Junie 2013

Cerpen : Puisi Terakhir Untuk Mama ..

Aku berlari menyusuri korudor kelas pagi itu. Selalu terlambat, terlambat dan terlambat. Entahlah, Aku tak pernah tak pernah bisa menghilangkan kebiasaan burukku yang satu ini. Bagiku sangat sulit menghilangkannya. Jam sudah menunjukkan pukul 06.59, Aku mempercepat langkahku saat berlari. Tapi percuma saja, Aku mempercepat langkahku, Aku kalah cepat dengan guru botak itu. Ya, Pak Dhani, guru fisika yg terkenal sadis dan tak berperikemanusiaan. Aku menghela napas saat tiba didepan kelas. terlihat pak Dhani sedang menyapa semua teman sekelasku.. Kenapa Ia selalu saja masuk kelas lebih cepat satu menit? Aku benar-benar tak habis pikir. Aku memberanikan diri melangkahkan kakiku masuk kedalam kelas.

''MITAAA..!!''sentak pak Dhani.
Aku menghentikan langkahku . Pak Dhani brjalan mendekatiku.
''Saya tau kok Pak hukumannya. Bpak gak perlu jelasin lagi!''ujarku lantang.
''Bagus! Sekarang juga keluar!''perintahnya keras sambil menunjuk kearah pintu. Aku pun keluar dari ruangan kelas itu. Seperti biasa , Aku memebersihkan toilet yang ada diruang guru. Memang itulah hukuman yang Pak Dhani limpahkan padaku samapai jam istirahat. Benar-benar menyebalkan.

***
Bel istirahat berbunyi nyaring. Aku berjalan gontai menuju kelas. Enggan rasanya masuk kedalam kelas membosankan itu. Kelas yg selalu berisi candaan dan obrolan tak berarti. Aku pun tiba dikelas, semua penghuni kelas sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Aku duduk di kursiku yg ada dideretan paling belakang.
''Guys, besok inget kan tanggal berapa?''serru salah satu teman sekelasku, Alexa.
''Taulah. Tanggal 22 Desenber, tepatnya hari Ibu kan?''lanjut Purie teman sebangku Alexa. Aku mendengus kesal, benar-benar obrolan tak nerbobot.
''Mit, nanti pulang sekolah kita mau ke mall. Cari kado buat nyokap besok. Loe mau ikut gak?''tanya Alexa mendekatiku.
''Gue?''tanyaku sisnis.
''Iya elo. Ikut gak?''tegas Alexa.
''Ogah!''jawabku seraya memasang earphone di kedua telingaku.
Alexa pun pergi dari tempat dudukku. Sanagt bodoh bagiku, jika pergi ke mall hanya untuk membeli sebuah kado tak penting. Karena Aku benci tanggal 22 Desember, yah tanggal di peringatinya hari Ibu. Entah sejak kapan Aku membencinya. Bagiku sosok Ibu tak pernah berarti dalam hidupku. Untuk apa Aku membanggakan sosok Ibuku., toh dia juga tak pernah peduli padaku. Yang Ia cari hanya uang, uang dan uang. Apa dia pikir dengan uang hidup seseorang selamanya akan bahagia? Bagiku tidak, uang bukan penjamin kebahagiaan bagiku. Semenjak Ayahku meninggal Aku bukan lagi anak yg ceria dan ramah. Ditambah dengan perilaku Ibuku yg hanya memimirkan uang belaka. Aku menjadi pribadi yang pendiam, tomboy dan pembangkang. Jadi untuk apa sosok ibu dalam hidupku. Ada atau tak ada dirinya pun hidupku tetap sama. Tak bahagia.

*#*
Bel pulang berbunyi nyaring. Aku keluar kelas dan menyusuri koridor kelas. Aku tak ingin terlalu lama berada disekolah ini. Ya, Aku selalu menganggap semua tempat yang Aku singgahi adalah neraka. Termasuk rumahku sendiri. Tak ada tempat spesial bagiku. Yah, mungkin hanya surga. Aku ingin segera kesana.

Lima belas menit kemudian Aku tiba dirumah. Terlihat Wahyu, abangku sedang duduk di sofa ruang tengah sambil membaca buku. Yah, selalu itu yg ia lakukan seusai pulang kuliah. Aku berjalan melewatinya tanpa menyapanya. Percuma, sahutannya tidak akan mengenakkan hati.
“Besok inget kan tanggal berapa?”serunya, tetapi pandangannya tak beralih dari buku tebal yg ada ditangannya.
“Gak tau! Gak penting!”ujarku dingin seraya menaiki anak tangga yg menghubungkan lantai dasar dan lantai dua rumahku.
Aku merebahkan tubuhku diatas kasurku. Menatap langit-langit kamarku yg bercat putih itu. Entah apa yg menarik dari langit-langit itu, hingga Aku tak pernah bosan memandanginya.
Lamunanku buyar saat tiba-tiba ada yg mengetuk pintu kamarku.
Aku membuka pintu kamarku. Wahyu berdiri tepat didepat kamarku, tepatnya dihadapanku.
“Apa sih Yu?”tanyaku ketus.
“Besok kita jemput Mama di Bandara. Sekalian merayakan hari Ibu dan kepulangan Mama”jawabnya sumringah. Baru kali ini Aku melihatnya sesumringah itu.
“Nggak! Loe aja sendiri”tolakku.
Raut wajah Wahyu yg tadinya sumringah berubah menjadi dingin.
“Mit, loe tuh ya. Sekali aja bikin Mama seneng. Inget Mit, Mama kerja banting tulang cuma buat kita. Jangan jadi anak yg gak tau terima kasih loe!”bentaknya. Aku menatapnya kesal.
“Buat kita? Buat dirinya sendiri kali. Sekarang gua tanya sama loe. Mama ada nggak saat kita butuhin sebagai sosok pelindung? Pernah Mama ada saat gue butuh dia? Gak kan? Gak akan pernah ada hari Ibu buat Mama!”tegasku dengan kesan memojokkan Wahyu.
Tamparan mendarat dipipi kananku. Aku memegangi pipi kananku yg terasa panas.
“Dasar anak nggak tau diri loe! Inget Mit loe bakal nyesel!”ujarnya lalu pergi.
Aku membanting pintu kamarku sekeras mungkin. Tak peduli apa kata Wahyu. Aku duduk termenung diatas tempat tidur. Kepalaku terasa sangat berat. Inikah saatnya Tuhan. Tidak, Aku mohon jangan sekarang Tuhan. Tiba-tiba darah segar mengalir dari kedua lubang hidungku, tubuhku mulai terasa nyeri dan menggigil yg sangat hebat. Hidungku seakan mati rasa. Aku berusaha meraih obatku dimeja, tapi tanganku seakan tak lagi menurut pada perintahku. Pandanganku mulai kabur. Aku benar-benar tidak kuat lagi. Entah apa yg terjadi padaku selanjutnya.

***
Aku membuka mataku perlahan, Aku melihat ke sekelilingku. Ruangan yg sama, cat yg sama, atap yg sama, aroma dan suasana yg sama, dan Rumah Sakit yg sama tentunya.
“Gimana keadaan kamu sayang?”tanya wanita paruhbaya yg duduk disampingku, yah beliau adalah Ibuku.
“Mama..!”suaraku parau. Mama mengangguk pelan seraya menahan tangis.
“Mita benci Mama. Mama tau itu?”tanyaku.
“Ya, Mama tau. Tapi sedikitpun gak ada rasa benci dihati Mama sama kamu. Kamu tau apa yg membuat Mama bertahan sampai detik ini?”tanya Mamaku.
Aku menggeleng. Lidahku seakan mati mati rasa.
“Semua karena kamu. Kamu penyemangat dalam hidup Mama. Walaupun Mama tau kamu tak sesehat remaja lainnya.Tapi kamu tetap jantung Mama. Dan Wahyu adalah paru-paru Mama”jelasnya.
Entah mengapa Aku merasa lebih tenang usai Mama mengucapkan kata-kata itu. Rasa sakit dalam tubuhku mulai berkurang.
“Maafin Mita Ma. Mita bukan anak yg baik buat Mama. Mita nggak pantes jadi bagian dari hidup Mama. Mita hanya anak yg tidak tau terima kasih”kataku seraya memeluknya. Wahyu mendekat, dan memeluk Mama. Jujur, Aku rindu dekapan hangatnya. Dekapan yg bisa menghilangkan rasa takutku. Yah, Aku sadar, Aku mencintaimu Mama. Sungguh. Aku tak ingin beralih dari dekapan hangatmu. Walau sedetikpun.
“Mama udah maafin Mita kok”ucapnya seraya mengelus punggungku. Aku terisak.
“Mita benci Mama, karena Mita sayang sama Mama. Mita butuh Mama di saat-saat terakhir hidup Mita. Mama tau itu kan?”tanyaku, suaraku mulai menghilang.
“Ya, Mama tau iu sayang. Maafin Mama yg terlalu sibuk dengan pekerjaan Mama. Itu semua untuk Mita, Mama mau Mita sembuh!”tegasnya lembut.
Ia membelai rambut pendekku penuh cinta. Andai Aku bisa lebih lama lagi berada dalam dekapan hangatnya. Tak akan pernah Aku menyia-nyiakannya. Walau hanya sedetik.
“Ma boleh Mita tidur?”tanyaku pelan dalam pelukannya.
“Mita boleh tidur selama Mita mau. Tapi inget, Mama selalu ada disini!”jawabnya seraya melepaskan pelukannya dariku dan menunjuk dadaku.
“Dihati Mita”lanjutnya tersenyum.
Aku tersenyum, air mataku menetes perlahan. Terasa hangat saat ia mengalir bebas di pipiku.
“Boleh Mita peluk Mama lagi, dan tidur dipelukan Mama, seperti saat Mita kecil dulu?”tanyaku. Beliau mengangguk seraya merentangkan kedua tangannya. Aku menghempaskan tubuhku dipelukan hangatnya. Pelukan yg selalu Aku rindukan setiap saat. Mama, Aku cinta padamu.
“Uhuk..uhuk!”Aku terbatuk saat Mama menyanyikan sebuah lagu anak-anak untukku. Mama melepaskan pelukannya dariku lalu memegang kedua bahuku. Aku menutup mulutku dengan tanganku sambil menunduk. Mama terus menunggu reaksiku. Mama meraih tanganku yg Aku gunakan untuk menutup mulutku yg mengeluarkan darah.
“Mita sakit? Apa yg sakit sayang?”tanyanya khawatir.
Aku tak menjawab. Lidahku tak mampu berkata apapun, seluruh tubuhku terasa dingin dan nyeri. Jari jemariku tak mampu lagi menjangkau tangan Mama. Oh Tuhan! Inikah saatnya Aku meninggalkan semuanya, termasuk Mama dan Wahyu? Baiklah, Aku siap Tuhan, asal jangan kau biarkan ibuku meneteskan air matanya untuk kepergianku. Aku tak ingin ada tangis yg Aku dengar dari orang-orang yg Aku sayangi. Aku siap Tuhan.
“Wahyu cepat panggil dokter!”perintah Mama. Aku tak bergeming.
“Iya Ma”kata Wahyu lalu keluar.
Tak lama Dokter datang bersama suster-susternya. Mama menidurkanku yg tak mampu lagi melakukan apapun. Aku memejamkan mataku perlahan, tak akan ada lagi dekapan hangat yg Mama berikan padaku, tak akan ada lagi ocehan tak penting tapi berharga yg Wahyu lontarkan padaku. Dan tak kan ada lagi udara segar yg biasanya Aku hirup didunia ini. Yah, semua rasa sakitku sudah sepenuhnya berakhir. Tak akan ada lagi air mata yg akan menetes dari pelupuk mata Ibuku. Mama, Aku berjanji, kita akan kembali bersama lagi ditempat terindah yg telah Tuhan siapkan, suatu hari nanti. Ya, Aku mencintaimu, Mama...


~Mama...
Andai Aku masih ada didunia..
Aku hanya ingin selalu bersamamu..
Berada dalam dekapan hangatmu..
Dekapan yg selalu Aku rindukan..

~Mama...
Kau tahu ? Kaulah pelita bagiku..
Pelita di gelapnya malamku..
Kau guru terhebat bagiku..
Guru yg mengajarkanku banyak hal..

~Mama...
Andai Aku masih bersamamu..
Aku tak ingin lagi menyakiti perasaanmu..
Andai Aku diberi hidup satu kali lagi..
Aku hanya ingin melihat senyummu..

~Mama...
Hanya untaian kata terimakasih yg bisa Aku berikan padamu..
Tapi, Aku janji..
Kita akan bertemu lagi ditempat terindah, suatu hari nanti..
Mama, Aku membencimu karena Aku mencintaimu..
Happy Mother Day Mom, I'am Really really Love You ..


*TAMAT*
211211-231211

Sumber : Facebook Dv Rahma Devi

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking