Woensdag 19 Junie 2013

Penghabisan Senja .. (cerpen)

Wahyu termenung disofa yang ada dikamarnya. Ia benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan Mita, kekasihnya akhir-akhir ini. Semua tingkah laku Mita benar-benar diluar kendalinya. Seminggu yang lalu, Mita mengajaknya memanjat tebing, padahal Mita sendiri phobia ketinggian. Awalnya Wahyu menolak, tapi karena ke-antusiasan Mita, Wahyu tak bisa menolaknya. Dan nyatanya Mita berhasil melawan phobianya itu. Dua hari yang lalu pun, Mita kembali melakukan hal yang bertolak belakang dengan kegemarannya. Dia mengajak Wahyu berenang, padahal Ia trauma dengan kolam renang. Wahyu mencoba menolaknya, tetapi Mita memaksanya. Akhirnya, Wahyu kembali menuruti permintaan gadis itu dengan berat hati.

Dan yang membuat Wahyu tak habis pikir adalah permintaan Mita malam ini. Permintaannya benar-benar konyol dan diluar dugaan Wahyu. Wahyu merebahkan tubuhnya disofa itu, jemarinya sibuk memijit setiap tombol handphone-nya.
“Iya kenapa Yu? Ada yang tertinggal?”tanya perempuan disebrang sana. Ya, dia Mita.
Wahyu sudah bisa menebak, pasti pertanyaan itu yang Mita lontarkan saat Wahyu meneleponnya setelah berkunjung dari rumahnya.
“Tidak”jawab Wahyu.
“Lalu?”tanya Mita heran.
“Aku belum mengerti dengan permintaan konyolmu tadi”jawab Wahyu-menyetel suaranya sepelan mungkin, agar Mita tak tersinggung.
“Kamu tak perlu memikirkannya, Aku hanya bergurau”jelas Mita di iringi tawa.
“Kamu memintaku untuk mencintai Amanda, itu bukan gurauan Mita”lanjut Wahyu.
Mita terdiam, permintaan itu memang benar-benar membuat Wahyu bingung. Mita tahu, sangat tahu. Wahyu tak pernah mencintai gadis lain, selain dirinya.
“Apa maksud permintaanmu tadi?”Wahyu bertanya lagi. Mita masih dalam diamnya.
“Lupakan saja, Aku hanya bergurau”ucap Mita akhirnya. Wahyu menarik napas dalam-dalam.
“Tapi Mita...”
“Sudah malam, Mama sudah menyuruhku tidur. Sampai besok”sela Mita cepat.
Semua itu semata-mata untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan dari Wahyu.
Kini Wahyu yang terdiam.
“Oh ya, besok kamu tak perlu menjemputku. Aku tak ada mata kuliah, kamu kuliah pagi bukan?”tanya Mita.
“Iya”jawab Wahyu.

***
Keesokan harinya, Mita duduk diruang tunggu didepan sebuah ruangan khusus di Rumah Sakit. Pagi ini, Mita akan menjalani kemoterapi keduanya. Dua bulan yang lalu, Ia divonis mengidap Leukimia, saat ini penyakit yang masih berjenis kanker itu sudah memasuki stadium ketiga bertahap akhir. Tak heran akhir-akhir ini kondisi Mita sering menurun hingga tak sadarkan diri.
Tapi, Mita tak pernah memberitahu Wahyu tentang penyakitnya, belum saatnya Wahyu tahu. Mita tak mau mengganggu konsentrasi kuliah Wahyu. Apalagi saat ini Wahyu sedang menyelesaikan skripsinya, agar bisa mendapat gelar Dokternya. Mita tak mau menjadi batu penghalang bagi Wahyu untuk meraih keinginannya itu, hanya karena penyakit sialan itu.
“Mita, sudah siap?”tanya suster.
Mita memandangi Ibunya, beliau mengangguk seraya tersenyum. Mita menggeleng.
“Semua akan baik-baik saja”ucap sang Mama.
Mita beranjak dari duduknya lalu memasuki ruang kemoterapi itu bersama suster.

Mita mengganti pakaiannya dengan pakaian pasien, lalu merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur itu. Pandangannya menerawang ke langit-langit kamar. Rasa takut yang teramat besar mulai menyelimuti perasaannya, bukan takut akan rasa sakitnya, tapi Ia takut hidupnya hanya akan sampai hari ini. Ia belum siap meninggalkan semuanya sekarang. Belum sama sekali.
Dokter mulai memasukkan obat-obatan keras itu ke dalam tubuh Mita melalui beberapa jarum suntik. Perlahan tapi pasti, rasa sakit yang teramat sangat itu mulai menderanya. Tubuhnya memang sedikit menolak obat-obat itu, maka dari itu Mita mengalami kejang-kejang hingga membuat dokter dan suster panik.
Padahal saat kemoterapi pertama, tubuh Mita bisa menerima obat-obat itu dengan baik. Mita merasakan sakit yang luar biasa pada kemoterapi keduanya ini. Seluruh tubuhnya terasa sepeti terbakar, semua tulang dan persendiannya terasa ngilu dan mati rasa. Lebih parahnya lagi, Mita akan melakukan hal ini sebanyak enam kali, sekali dalam satu bulan, Ia harus berjuang melawan rasa sakit yang luar biasa hebat itu.
Perlahan, Mita memejamkan matanya, obat-obatan itu membuatnya lelah dan mengantuk.

***
Wahyu mengetuk pintu rumah Mita sore itu. Tapi tak ada jawaban, sesekali Ia melirik jam tangan hitam yang melingkar dilengan kirinya.
“Iya, tunggu sebentar!”seru seseorang dari dalam rumah yang bernuansa klasik itu.
“Wahyu”ujar gadis cantik dari balik pintu, lengkap dengan rambut panjang yang menjuntai indah melebihi bahunya.
Yah, dia Dara, adik sematawayang Mita yang masih duduk dibangku Sekolah Menengah Atas.
“Maaf lama, tadi lagi terima telepon”lanjutnya diiringi senyuman.
Wahyu mengangguk maklum.
“Ayo masuk!”ajak Dara.
“Oh gak perlu, Ra”tolak Wahyu.
“Kak Mita lagi pergi sama Mama, dari tadi pagi belum pulang”kata Dara yang sudah tahu maksud kedatangan Wahyu.
“Pergi? Kemana?”tanya Wahyu.
“Ehm, Dara nggak tau”jawab Dara seraya mengangkat bahunya.
“Dara, nggak sopan deh, ada tamu tapi nggak diajak masuk!”seru wanita paruhbaya yang baru saja keluar dari mobil bersama seorang perempuan berambut sebahu dan agak ikal itu, siapa lagi kalau bukan Mita dan Ibunya.
“Sore tante”sapa Wahyu seraya tersenyum.
“Iya, masuk dulu yuk!”ajaknya bersahabat.
“Oh iya tante”komentar Wahyu seraya mengangguk.
“Tante masuk dulu ya”pamitnya seraya mengajak Dara masuk.
“Kak Mita, jangan lupa dibuatin minum”seru Dara yang kemudian hilang dari pandangan.
“Masuk yuk!”ajak Mita.
Wahyu menggeleng, kemudian menggandeng tangan Mita, dan membawanya pergi dari rumah itu.
Mita menurut tanpa berkomentar.

***
Wahyu dan Mita duduk berdampingan diatas hamparan rumput hijau di sebuah bukit senja itu. Wahyu tahu, Mita menyukai senja, entah sejak kapan Mita mulai menyukainya. Bukit ini adalah tempat favorit Mita, yang kemudian menjadi tempat favorit Wahyu juga.
Semilir angin sejuk mulai berhembus perlahan, Mita memandangi langit yang sedang berwarna orange itu.
“Mita...”
“Iya”
“Aku mencintaimu”ucap Wahyu-pandangannya lurus ke depan.
“Aku tau”komentar Mita.
Senyum manis terlukis indah di bibir tipisnya. Senyum yang membuat Wahyu mencintai gadis itu.
“Apa kamu mau menikah denganku? Menjadi istriku dalam suka ataupun duka?”tanya Wahyu langsung tanpa basa-basi.
Mita menoleh kearah Wahyu yang pandangannya masih lurus ke depan.
Mita benar-benar tak pernah menduga dengan pertanyaan Wahyu yang satu ini.
Ia memilih diam, rasa takut hinggap di benaknya, Ia takut tak bisa menjadi istri yang Wahyu inginkan, saat Wahyu tahu, gadis yang selama ini Ia banggakan, tak lebih dari gadis lemah dan rapuh.
“Aku nggak bisa”ucap Mita akhirnya.
“Kenapa? Bukankah setiap orang yang telah lama menjalani hubungan, mendambakan sebuah pernikahan?”tanya Wahyu seraya menoleh ke-arah Mita.
Mita tak menjawab, Wahyu melihat ada air yang mengalir bebas di pipi gadis itu. Dia menangis.
“Mita..”ucap Wahyu pelan.
“Tidak akan pernah ada pernikahan untukku”ujar Mita tanpa menoleh ke arah Wahyu.
“Kenapa?”tanya Wahyu sedikit gusar.
“Aku tak pantas untukmu”jawab Mita seraya menghapus air matanya-kemudian menoleh ke arah Wahyu, yang sedari tadi memandanginya.
“Aku tak mengerti maksudmu”komentar Wahyu.
“Aku sakit”jawabnya.
“Leukimia stadium tiga dan bertahap akhir, hidupku hanya untuk menunggu”lanjutnya.
Wahyu menatap mata gadis itu dalam-dalam, guratan-guratan kesedian terlukis dimata gadis itu.
“Menunggu saat itu tiba”lanjut Mita lagi.
Wahyu hanya diam, tanpa berkomentar apapun. Lidahnya seakan kelu saat Mita membuat pengakuan yang tak pernah Ia duga. Pengakuan yang seakan membuat jantungnya berhenti berdetak.
“Cintai Amanda, seperti kamu mencintaiku”ucap Mita lagi-suaranya sedikit memohon.
“Aku tak mencintai Amanda, Mita”kalimat itulah yang akhirnya keluar dari mulut Wahyu.
“Kenapa? Dia gadis yang cantik dan sehat”tukas Mita pelan.
Wahyu kembali terdiam, perasaannya berkecamuk. Ingin rasanya Ia menjelaskan pada Mita, bahwa Ia tak mungkin bisa mencintai gadis lain selain dirinya. Tapi lidahnya seakan tak mau mengikuti perintahnya.
“Kau akan lebih bahagia bersama Amanda”lanjut Mita-air matanya kembali menetes.
“Kau salah! Kebahagiaanku hanya bersamamu”aku Wahyu.
“Wahyu...''
“Kalau kau ingin melihatku bahagia, biarkan Aku merasakan kebahagiaanku bersamamu”lanjut Wahyu-tatapannya dalam dan meyakinkan.
Mita menggeleng, air matanya menetes lagi.
“Berapa lama lagi pun kau hidup, Aku akan tetap mencintaimu, bukan Amanda atau siapapun”lanjut Wahyu seraya menarik napas.
“Waktuku tak banyak, Wahyu. Pernikahan itu hanya akan membuatmu kecewa”komentar Mita.
“Sedikit apapun waktu yang kau punya, Aku akan berusaha membuat sedikit waktu yang kau punya itu lebih berarti. Menikahlah denganku, Mita”balas Wahyu.
“Lupakan pernikahan itu, kau akan menikah, tapi bukan denganku”tukas Mita.
“Aku telah merencanakan semuanya. Gaun pengantin indah khusus untukmu, pesta pernikahan yang indah, lengkap dengan sajian bertemakan coklat, seperti yang kau mau”jelas Wahyu-kedua tangannya diletakkan dikedua bahu gadis itu.
“Kau akan merasakan pesta pernikahan impianmu, Aku janji!”lanjut Wahyu.
“Sependek apapun usiaku?”tanya Mita seraya menatap mata Wahyu-tatapan penuh arti.
“Ya, sependek apapun usiamu”jawabnya yakin.
Mita menunduk, Ia merasakan kepalanya yang berat, tiba-tiba darah segar mengalir dari kedua lubang hidungnya.
“Mita?”ucap Wahyu seraya mengangkat dagu gadis itu agar dapat melihat wajahnya.
“Wahyu...”ucap Mita-suaranya hampir hilang.
Wahyu mengangguk, menunggu Mita melanjutkan ucapannya.
Tapi belum sempat Mita melanjutkan kata-katanya, Ia telah tak sadarkan diri dihadapannya.

***
Mita membuka matanya perlahan, samar-samar Ia menyapu pandangannya ke seluruh ruangan itu. Orang pertama yang dilihatnya adalah Wahyu, Ia melontarkan senyum padanya.
“Bagaimana keadaanmu?”tanya Wahyu seraya mendekatkan wajahnya ke wajahku.
“Aku baik-baik saja”jawab Mita.
“Kakak”ucap Dara seraya memeluk Mita.
“Aku senang kakak akan menikah”lanjut Dara seraya melepaskan pelukannya.
Mita menoleh ke arah Wahyu, kemudian ke arah orangtuanya dan orangtua Wahyu.
“Menikah?”tanya Mita bingung.
“Ya, besok kita akan menikah”jawab Wahyu.
Mita mengernyitkan dahinya.
“Semuanya telah Wahyu rencanakan, Mita”lanjut orangtua Wahyu.
“Ia sangat mencintaimu, Sayang”bisik Mama Mita tepat ditelinga kiri Mita.
Mita memejamkan matanya sejenak. Jujur saja, aroma ruangan rumah sakit ini membuatnya mual. Mita membuka matanya lagi. Wajahnya pucat, sepucat warna cat ruangan ini.
“Wahyu, Aku ingin memanjat tebing hari ini, boleh?”tanya Mita penuh harap.
Semuanya tercengang, permintaan Mita lagi-lagi aneh dan diluar kendali.
“Tapi kondisimu..”
“Ini yang terakhir, ayolah”rengek Mita.
Wahyu memandangi orangtuanya dan orangtua Mita. Mereka mengangguk setuju.

***
Pagi yang cerah menyelimuti hari ini. Burung-burung kecil bernyanyi indah.
Hari ini Mita akan melangsungkan pernikahan impiannya dengan Wahyu, pria yang sangat mencintainya dan dicintainya.
Mita duduk didepan cermin pagi itu. Gaun pengantin nan indah menjuntai apik melebihi kakinya. Gaun putih yang terkesan mewah itu, telah lama di persiapkan Wahyu khusus untuk Mita.
Wajah Mita dipoles make-up tipis.
Wajah Mita tak secerah hari ini. Ia terlihat lebih pucat dari sebelumnya.
Kegiatan memanjat tebing kemarin, telah membuatnya tak sadarkan diri semalaman.
“Kakak, sudah siap?”tanya Dara yang muncul dari balik pintu.
Ia terlihat cantik dengan gaun berwarna kuningnya, dengan rambutnya yang panjang Ia biarkan menjuntai bebas.
Mita tersenyum tipis, make-up itu telah menutupi wajahnya yang pucat.
“Mama dan Papa sudah menunggu”lanjut Dara.
Mita beranjak dari duduknya dan berjalan keluar kamar.

Janji suci pernikahan telah terucap dari mulut dan hati Mita dan Wahyu. Mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri. Dan berjanji akan selalu menjadi pendamping setia dalam suka ataupun duka, sampai maut yang memisahkan.
Acara resepsi akan dilangsungkan nanti malam di kediaman keluarga Mita. Pesta dengan konsep sederhana sesuai keinginan Mita.
“Aku ingin pergi ke bukit itu”ucap Mita saat mereka sedang berkeliling dengan mobil pernikahan mereka.
“Tapi hari mulai sore, Mita”elak Wahyu.
“Ayolah, sebentar saja. Aku ingin menikmati senja denganmu setelah kita menikah”pinta Mita.
“Baiklah”ucap Wahyu.


###
Mita dan Wahyu kembali duduk diatas hamparan rumput hijau di bukit senja itu. Sebagai sepasang suami istri.
“Apa yang kau suka dari senja?”tanya Mita-pandangannya menyapu panorama langit yang sedang terlihat indah dikala senja itu.
“Siluet-siluetnya”jawab Wahyu.
“Hey! Aku juga menyukai siluetnya”tukas Mita. Wahyu tersenyum renyah.
“Lalu apa yang kau suka dariku?”tanya Mita lagi.
“Ketegaranmu”jawab Wahyu.
“Benarkah?”tanya Mita.
“Ya”jawab Wahyu.
Mita meletakkan kepalanya dibahu Wahyu. Wahyu menyambutnya dengan melingkarkan tangannya dipinggang gadis itu.
“Terima kasih telah mencintaiku dengan sepenuh hati”ucap Mita pelan.
“Terima kasih juga kau telah mengizinkanku membagi kebahagiaanku denganmu”ucap Wahyu.
Mita terdiam, penyakit itu kembali mengganggunya. Darah segar pun perlahan menetes dari lubang hidungnya, membuat noda diatas gaun putihnya itu.
“Senja akan berakhir sebentar lagi. Boleh Aku pergi sekarang?”tanya Mita.
“Tentu saja, Sayang”jawab Wahyu seraya mencium kening istrinya itu.
Mita memejamkan matanya perlahan.
Semilir angin mulai berhembus, mengiringi kepergian senja saat itu. Yah, senja telah sepenuhnya habis dan berakhir hari itu. Kini langit telah merubah warnanya menjadi sedikit gelap. Tak ada lagi orange dan siluet-siluetnya. Ya, senja hari ini telah berakhir dengan ribuan kenangan indah untuk Mita dan juga Wahyu.

Sumber : Facebook Dv Rahma Devi

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking